RANGKUMAN TUGAS
PERTEMUAN 1
TULISAN
1
1.
KONSEP SEHAT
Istilah sehat dalam kehidupan sehari-hari sering dipakai untuk menyatakan
bahwa sesuatu dapat bekerja secara normal. Kebanyakan orang mengatakan sehat
jika badannya merasa segar dan nyaman. Bahkan seorang dokterpun akan
menyatakan pasiennya sehat manakala menurut hasil pemeriksaan yang dilakukannya
mendapatkan seluruh tubuh pasien berfungsi secara normal. Namun demikian,
pengertian sehat yang sebenarnya tidaklah demikian. Pengertian sehat
menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 tahun 1960, Bab I Pasal 2 adalah keadaan
yang meliputi kesehatan badan (jasmani), rohani (mental), dan sosial, serta
bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Pengertian sehat tersebut
sejalan dengan pengertian sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1975 sebagai
berikut: Sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit,
baik fisik, mental, dan sosial.
Batasan kesehatan tersebut di atas
sekarang telah diperbaharui bila batasan kesehatan yang terdahulu itu hanya
mencakup tiga dimensi atau aspek, yakni: fisik, mental, dan sosial, maka dalam Undang-
Undang N0. 23 Tahun 1992, kesehatan mencakup 4 aspek, yakni: fisik (badan),
mental (jiwa), sosial, dan ekonomi. Batasan kesehatan tersebut diilhami oleh
batasan kesehatan menurut WHO yang paling baru. Pengertian kesehatan saat ini
memang lebih luas dan dinamis, dibandingkan dengan batasan sebelumnya. Hal ini
berarti bahwa kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik,
mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti
mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi.
Bagi yang belum memasuki dunia kerja, anak dan remaja,
atau bagi yang sudah tidak bekerja (pensiun) atau usia lanjut, berlaku arti
produktif secara sosial. Misalnya produktif secara sosial-ekonomi bagi
siswa sekolah atau mahasiswa adalah mencapai prestasi yang baik, sedang
produktif secara sosial-ekonomi bagi usia lanjut atau para pensiunan adalah
mempunyai kegiatan sosial dan keagamaan yang bermanfat, bukan saja bagi
dirinya, tetapi juga bagi orang lain atau masyarakat.
Keempat dimensi kesehatan tersebut
saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatanseseorang,
kelompok atau masyarakat.
Itulah sebabnya, maka kesehatan
bersifat menyeluruh mengandung keempat aspek. Perwujudan dari masing-masing
aspek tersebut dalam kesehatan seseorang antara lain sebagai berikut:
1. Kesehatan fisik terwujud
apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan
memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal
atau tidak mengalami gangguan.
2. Kesehatan mental (jiwa)
mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.
• Pikiran sehat tercermin dari cara
berpikir atau jalan pikiran.
• Emosional sehat tercermin dari
kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira,
kuatir, sedih dan sebagainya.
• Spiritual sehat tercermin dari cara
seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya
terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam). Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari
praktik keagamaan seseorang.
Dengan perkataan lain, sehat spiritual
adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan
agama yang dianutnya.
3. Kesehatan sosial terwujud
apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara
baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau
kepercayan, status sosial,ekonomi, politik, dan
sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat
bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang
menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau
keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau
mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak
berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif
secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagikehidupan mereka
nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa,
dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia
lanjut. Dari Buku Sekolah
2. SEJARAH PERKEMBANGAN KESEHATAN
MENTAL
Zaman Prasejarah
Manusia purba
sering mengalami gangguan mental atau fisik, seperti infeksi, artritis, dll.
Zaman peradaban awal
1.
Phytagoras (orang yang pertama memberi
penjelasan alamiah terhadap penyakit mental)
2.
Hypocrates (Ia berpendapat penyakit / gangguan
otak adalah penyebab penyakit mental)
3.
Plato (gangguan mental sebagian gangguan
moral, gangguan fisik dan sebagiaan lagi dari dewa dewa)
Zaman Renaissesus
Pada zaman ini di
beberapa negara Eropa, para tokoh keagamaan, ilmu kedokteran dan filsafat mulai
menyangkal anggapan bahwa pasien sakit mental tenggelam dalam dunia tahayul.
Era Pra Ilmiah
1. Kepercayaan Animisme
Sejak zaman dulu
gangguan mental telah muncul dalam konsep primitif, yaitu kepercayaan terhadap
faham animisme bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh-roh atau
dewa-dewa. Orang Yunani kuno percaya bahwa orang mengalami gangguan mental,
karena dewa marah kepadanya dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari
kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dan
kurban.
2. Kepercayaan Naturalisme
Suatu aliran yang
berpendapat bahwa gangguan mental dan fisik itu akibat dari alam. Hipocrates
(460-367) menolak pengaruh roh, dewa, setan atau hantu sebagai penyebab sakit.
Dia mengatakan, Jika anda memotong batok kepala, maka anda akan menemukan otak
yang basah, dan mencium bau amis. Tapi anda tidak akan melihat roh, dewa, atau
hantu yang melukai badan anda.
Seorang dokter
Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat polotik dan sosial
yang baru untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia terpilih menjadi kepala
Rumah Sakit Bicetre di Paris. Di rumah sakit ini, pasiennya dirantai, diikat
ketembok dan tempat tidur. Para pasien yang telah di rantai selama 20 tahun
atau lebih, dan mereka dianggap sangat berbahaya dibawa jalan-jalan di sekitar
rumah sakit. Akhirnya, diantara mereka banyak yang berhasil, mereka tidak lagi
menunjukkan kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya.
Era Modern
Perubahan luar
biasa dalam sikap dan cara pengobatan gangguan mental terjadi pada saat
berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika pada tahun 1783.
Ketika itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit
Pensylvania. Di rumah sakit ini ada 24 pasien yang dianggap sebagai lunatics (orang
gila atau sakit ingatan). Pada waktu itu sedikit sekali pengetahuan tentang
penyebab dan cara menyembuhkan penyakit tersebut. Akibatnya pasien-pasien
dikurung dalam ruang tertutup, dan mereka sekali-kali diguyur dengan air.
Rush melakukan
suatu usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang menderita
gangguan mental tersebut melalui penulisan artikel-artikel. Secara
berkesinambungan, Rush mengadakan pengobatan kepada pasien dengan memberikan
dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan.
Pada tahun 1909,
gerakan mental Hygiene secara formal mulai muncul.
Perkembangan gerakan mental hygiene ini tidak lepas dari jasa Clifford Whitting
Beers (1876-1943) bahkan karena jasanya itu ia dinobatkan sebagai The
Founder of the Mental Hygiene Movement. Dia terkenal karena pengalamannya
yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental dengan cara
yang sangat manusiawi.
Secara hukum,
gerakan mental hygiene ini mendapat pengakuan pada tanggal 3
Juli 1946, yaitu ketika presiden Amerika Serikat menandatangani The National
Mental Health Act., yang berisi program jangka panjang yang diarahkan untuk
meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat.
Bebarap tujuan
yang terkandung dalam dokumen tersebut meliputi
1.
Meningkatkan kesehatan mental seluruh warga
masyarakat Amerika Serikat, melalui penelitian, investigasi, eksperimen,
penayangan kasus-kasus, diagnosis, dan pengobatan.
2.
Membantu lembaga-lembaga pemerintah dan swasta
yang melakukan kegiatan penelitian dan meningkatkan koordinasi antara para
peneliti dalam melakukan kegiatan dan mengaplikasikan hasil-hasil
penelitiannya.
3.
Memberikan latihan terhadap para personel
tentang kesehatan mental.
4.
Mengembangkan dan membantu negara dalam
menerapkan berbagai metode pencegahan, diagnosis, dan pengobatan terhadap para
pengidap gangguan mental.
Pada tahun 1950,
organisasi mental hygiene terus bertambah, yaitu dengan
berdirinya National Association for Mental Health. Gerakan mental
hygiene ini terus berkembang sehingga pada tahun 1975 di Amerika terdapat lebih
dari seribu perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini
dikembangkan melalui The World Federation forMental Health dan The
World Health Organization.
3. PENDEKATAN
KESEHATAN MENTAL
Orientasi Klasik
Orientasi klasik
yang umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan sehat
sebagai kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat
adalah orang yang tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya.
Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak
ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak
menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami
gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang
seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan
tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental dari orientasi
klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi
kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat atau
tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan
penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental.
Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak
sehat mental.
Orientasi Penyesuaian Diri
Dengan
menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat
dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya
dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak
dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya
semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu
dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan
tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam
masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang
absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada gejala lain
yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan
perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku
yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan
agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya
tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana hatinya sedang enak. Dapat
dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat
mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan bagaimana kita menilainya?
Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang itu tidak dapat dinilai sebagai sehat
mental dan tidak sehat mental sekaligus.
Dengan contoh di
atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas dan universal yang
membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental. Oleh karenanya kita
tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’
pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas
terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat
yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya
seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita
berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat
mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia
adalah makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri,
kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara
keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukan hanya
berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan
perkembangan seseorang dalam lingkungannya.
Orientasi Pengembangan Potensi
Seseorang
dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan
untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh
orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata
yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang
bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan
kadang-kadang sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak
selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya,
pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara
pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan
wajar.
Sehingga dapat
dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah mencegah
timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau menyembuhkan
penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan dapat
mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya
tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa
kesehatan mental hanya
sekedar usaha
untuk mencapai kebahagiaan masyarakat, karena kebahagiaan masyarakat itu tidak
akan menimbulkan kebahagiaan dan kemampuan individu secara otomatis, kecuali
jika kita masukkan dalam pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh
aspek individu, dengan sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan
sosial.
Syamsu Yusuf. 2009. Mental
Hygiene. Bandung : Maestro
http://idb4.wikispaces.com/file/view/uf4018.2.pdf
TULISAN 2
TEORI KEPRIBADIAN
SEHAT
1. ALIRAN PSIKOANALISA
Salah satunya
tokoh psikoanalisis adalah Sigmund Freud (1856 – 1939). Nama
asli Freud adalah Sigismund Scholomo. Namun sejak menjadi mahasiswa
Freud tidak mau menggunakan nama itu karena kata Sigismund adalah bentukan kata
Sigmund. Freud lahir pada 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia. Saat itu Moravia
merupakan bagian dari kekaisaran Austria-Hongaria (sekarang Cekoslowakia). Pada
usia empat tahun Freud dibawa hijrah ke Wina, Austria (Berry, 2001:3).
Kedatangan Freud berbarengan dengan ramainya teori The Origin of
Species karya Charles Darwin (Hall, 2000:1).
Psikoanalisis
bermula dari keraguan Freud terhadap kedokteran. Pada saat itu kedokteran
dipercaya bisa menyembuhkan semua penyakit, termasuk histeria yang sangat
menggejala di Wina (Freud, terj.,1991:4). Pengaruh Jean-Martin Charcot,
neurolog Prancis, yang menunjukkan adanya faktor psikis yang menyebabkan
histeria mendukung pula keraguan Freud pada kedokteran (Berry, 2001:15). Sejak
itu Freud dan doktor Josef Breuer menyelidiki penyebab histeria. Pasien yang
menjadi subjek penyelidikannya adalah Anna O. Selama penyelidikan, Freud
melihat ketidakruntutan keterangan yang disampaikan oleh Anna O. Seperti ada
yang terbelah dari kepribadian Anna O. Penyelidikan-penyelidikan itu yang
membawa Freud pada kesimpulan struktur psikis manusia: id, ego, superego dan
ketidaksadaran, prasadar, dan kesadaran.
Freud menjadikan
prinsip ini untuk menjelaskan segala yang terjadi pada manusia, antara lain
mimpi. Menurut Freud, mimpi adalah bentuk penyaluran dorongan yang tidak
disadari. Dalam keadaan sadar orang sering merepresi keinginan-keinginannya.
Karena tidak bisa tersalurkan pada keadaan sadar, maka keinginan itu
mengaktualisasikan diri pada saat tidur, ketika kontrol ego lemah.
Dalam pandangan
Freud, semua perilaku manusia baik yang nampak (gerakan otot) maupun yang
tersembunyi (pikiran) adalah disebabkan oleh peristiwa mental sebelumnya.
Terdapat peristiwa mental yang kita sadari dan tidak kita sadari namun bisa
kita akses(preconscious) dan ada yang sulit kita bawa ke alam tidak
sadar (unconscious). Di alam tidak sadar inilah tinggal dua
struktur mental yang ibarat gunung es dari kepribadian kita, yaitu:
a. Id,
adalah berisi energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata.
b. Superego,
adalah berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari
lingkungannya.
c. Ego,
adalah pengawas realitas.
Sebagai contoh
adalah berikut ini: Anda adalah seorang bendahara yang diserahi mengelola uang
sebesar 1 miliar Rupiah tunai. Id mengatakan pada Anda: “Pakai
saja uang itu sebagian, toh tak ada yang tahu!”. Sedangkan ego berkata:”Cek
dulu, jangan-jangan nanti ada yang tahu!”. Sementara superego menegur:”Jangan
lakukan!”.
Pada masa
kanak-kanak kira dikendalikan sepenuhnya oleh id, dan pada tahap
ini oleh Freud disebut sebagai primary process thinking. Anak-anak
akan mencari pengganti jika tidak menemukan yang dapat memuaskan kebutuhannya
(bayi akan mengisap jempolnya jika tidak mendapat dot misalnya).
Sedangkan ego akan
lebih berkembang pada masa kanak-kanak yang lebih tua dan pada orang dewasa. Di
sini disebut sebagai tahap secondary process thinking. Manusia
sudah dapat menangguhkan pemuasan keinginannya (sikap untuk memilih tidak jajan
demi ingin menabung misalnya). Walau begitu kadangkala pada orang dewasa muncul
sikap seperti primary process thnking, yaitu mencari pengganti
pemuas keinginan (menendang tong sampah karena merasa jengkel akibat dimarahi
bos di kantor misalnya).
Proses pertama
adalah apa yang dinamakan EQ (emotional quotient), sedangkan proses
kedua adalah IQ (intelligence quotient) dan proses ketiga
adalah SQ (spiritual quotient)
2. ALIRAN BEHAVIORISTIK
Aliran ini sering
dikatkan sebagai aliran ilmu jiwa namun tidak peduli pada jiwa. Pada akhir abad
ke-19, Ivan Petrovic Pavlov memulai eksperimen psikologi yang mencapai
puncaknya pada tahun 1940 – 1950-an. Di sini psikologi didefinisikan sebagai
sains dan sementara sains hanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat dilihat
dan diamati saja. Sedangkan ‘jiwa’ tidak bisa diamati, maka tidak digolongkan
ke dalam psikologi.
Aliran ini
memandang manusia sebagai mesin (homo mechanicus) yang dapat
dikendalikan perilakunya melalui suatu pelaziman (conditioning). Sikap
yang diinginkan dilatih terus-menerus sehingga menimbulkan maladaptive
behaviour atau perilaku menyimpang. Salah satu contoh adalah ketika
Pavlov melakukan eksperimen terhadap seekor anjing. Di depan anjing
eksperimennya yang lapar, Pavlov menyalakan lampu. Anjing tersebut tidak
mengeluarkan air liurnya. Kemudian sepotong daging ditaruh dihadapannya dan
anjing tersebut terbit air liurnya. Selanjutnya begitu terus setiap kali lampu
dinyalakan maka daging disajikan. Begitu hingga beberapa kali percobaan,
sehingga setiap kali lampu dinyalakan maka anjing tersebut terbit air liurnya
meski daging tidak disajikan. Dalam hal ini air liur anjing menjadi conditioned
response dan cahaya lampu menjadi conditioned stimulus.
Percobaan yang
hampir sama dilakukan terhadap seorang anak berumur 11 bulan dengan seekor
tikus putih. Setiap kali si anak akan memegang tikus putih maka dipukullah
sebatang besi dengan sangat keras sehingga membuat si anak kaget. Begitu
percobaan ini diulang terus menerus sehingga pada taraf tertentu maka si anak
akan menangis begitu hanya melihat tikus putih tersebut. Bahkan setelah itu dia
menjadi takut dengan segala sesuatu yang berbulu: kelinci, anjing, baju berbulu
dan topeng Sinterklas.
Ini yang
dinamakan pelaziman dan untuk mengobatinya kita bisa melakukan apa yang disebut
sebagai kontrapelaziman (counterconditioning).
3. ALIRAN HUMANISTIK
Aliran ini muncul
akibat reaksi atas aliran behaviourisme dan psikoanalisis. Kedua aliran ini
dianggap merendahkan manusia menjadi sekelas mesin atau makhluk yang rendah.
Aliran ini biasa disebut mazhab ketiga setelah
Psikoanalisa dan Behaviorisme.
Salah satu tokoh
dari aliran ini – Abraham Maslow – mengkritik Freud dengan mengatakan bahwa
Freud hanya meneliti mengapa setengah jiwa itu sakit, bukannya meneliti mengapa
setengah jiwa yang lainnya bisa tetap sehat.
Salah satu bagian
dari humanistic adalah logoterapi. Adalah Viktor Frankl yang mengembangkan
teknik psikoterapi yang disebut sebagai logotherapy (logos =
makna). Pandangan ini berprinsip:
a. Hidup memiliki makna, bahkan dalam
situasi yang paling menyedihkan sekalipun.
b. Tujuan hidup kita yang utama adalah
mencari makna dari kehidupan kita itu sendiri.
c. Kita memiliki kebebasan untuk
memaknai apa yang kita lakukan dan apa yang kita alami bahkan dalam menghadapi
kesengsaraan sekalipun.
Frankl
mengembangkan teknik ini berdasarkan pengalamannya lolos dari kamp konsentrasi
Nazi pada masa Perang Dunia II, di mana dia mengalami dan menyaksikan
penyiksaan-penyiksaan di kamp tersebut. Dia menyaksikan dua hal yang berbeda,
yaitu para tahanan yang putus asa dan para tahanan yang memiliki kesabaran luar
biasa serta daya hidup yang perkasa. Frankl menyebut hal ini sebagai kebebasan
seseorang memberi makna pada hidupnya.
Logoterapi ini
sangat erat kaitannya dengan SQ, yang bisa kita kelompokkan berdasarkan
situasi-situasi berikut ini:
a. Ketika
seseorang menemukan dirinya (self-discovery). Sa’di (seorang penyair besar
dari Iran) menggerutu karena kehilangan sepasang sepatunya di sebuah masjid di
Damaskus. Namun di tengah kejengkelannya itu ia melihat bahwa ada seorang
penceramah yang berbicara dengan senyum gembira. Kemudian tampaklah olehnya
bahwa penceramah tersebut tidak memiliki sepasang kaki. Maka tiba-tiba ia
disadarkan, bahwa mengapa ia sedih kehilangan sepatunya sementara ada orang
yang masih bisa tersenyum walau kehilangan kedua kakinya.
b. Makna
muncul ketika seseorang menentukan pilihan. Hidup menjadi tanpa makna
ketika seseorang tak dapat memilih. Sebagai contoh: seseorang yang mendapatkan
tawaran kerja bagus, dengan gaji besar dan kedudukan tinggi, namun ia harus
pindah dari Yogyakarta menuju Singapura. Di satu sisi ia mendapatkan kelimpahan
materi namun di sisi lainnya ia kehilangan waktu untuk berkumpul dengan
anak-anak dan istrinya. Dia menginginkan pekerjaan itu namun sekaligus punya
waktu untuk keluarganya. Hingga akhirnya dia putuskan untuk mundur dari
pekerjaan itu dan memilih memiliki waktu luang bersama keluarganya. Pada saat
itulah ia merasakan kembali makna hidupnya.
c. Ketika
seseorang merasa istimewa, unik dan tak tergantikan. Misalnya: seorang
rakyat jelata tiba-tiba dikunjungi oleh presiden langsung di rumahnya. Ia
merasakan suatu makna yang luar biasa dalam kehidupannya dan tak akan
tergantikan oleh apapun. Demikian juga ketika kita menemukan seseorang yang
mampu mendengarkan kita dengan penuh perhatian, dengan begitu hidup kita
menjadi bermakna.
d. Ketika kita
dihadapkan pada sikap bertanggung jawab. Seperti contoh di atas, seorang
bendahara yang diserahi pengelolaan uang tunai dalam jumlah sangat besar dan
berhasil menolak keinginannya sendiri untuk memakai sebagian uang itu untuk
memuaskan keinginannya semata. Pada saat itu si bendahara mengalami makna yang
luar biasa dalam hidupnya.
e. Ketika kita
mengalami situasi transendensi (pengalaman yang membawa kita ke luar dunia
fisik, ke luar suka dan duka kita, ke luar dari diri kita sekarang).
Transendensi adalah pengalaman spiritual yang memberi makna pada kehidupan
kita.
Daftar pustaka:
Jalaluddin Rakhmat dalam Danah
Zohar, SQ – Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir
Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Hidup, Mizan, Jakarta, 2000.
Noesjirwan, joesoef. 2000. Konsep
Manusia Menurut Psikologi Transpersonal (dalam Metodologi Psikologi Islami).
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Purwanto, Setyo. 2004. Tafakur Sebagai
Sarana Transendensi. (materi kuliah PI) tidak diterbitkan
Misiak, Henryk and Virginia Staudt
Sexton, Ph.D. 1988 .Psikologi Fenomenologi Eksistensial dan Humanistik : Suatu
Survai Historis. Bandung : PT Eresco
Purwanto, Setyo.2004. Hank Out PI :
Metode-metode Perumusan Psikologi islami.(Materi Kuliah) tidak diterbitkan
http://jebhy.blogspot.com/2008/11/psikologi-lintas-budaya.html
TULISAN 3
1. PENYESUAIAN DIRI
Pengertian Penyesuaian Diri - Sebelum penulis
memaparkan tentang penyesuaian sosial, terlebih dahulu akan disajikan
pengertian mengenai penyesuaian diri, sebagai landasan dalam membahas
penyesuaian sosial. Dalam istilah psikologi, penyesuaian disebut dengan istilah
adjusment. Adjustment merupakan suatu hubungan yang harmonis dengan lingkungan
fisik dan sosial (Chaplin, 2000: 11). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya.
Lebih jelas Schneiders (1964: 51) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai berikut:
“A process, involving both mental and behavioral responses, by which an individual strives to cope successfully with inner, needs, tensions, frustration, and conflicts, and to effect a degree of harmony between these inner demands and those imposed on him by objective world in which thelives”.
Penyesuaian diri merupakan proses yang meliputi respon mental dan perilaku yang merupakan usaha individu untuk mengatasi dan menguasai kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, frustasi, dan konflik-konflik agar terdapat keselarasan antara tuntutan dari dalam dirinya dengan tuntutan atau harapan dari lingkungan di tempat ia tinggal.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya.
Scheneiders
(1964: 51) mengemukakan beberapa kriteria penyesuaian yang tergolong baik (well
adjusment) ditandai dengan:
1. pengetahuan
dan tilikan terhadap diri sendiri,
2. obyektivitas
diri dan penerimaan diri,
3. pengendalian
diri dan perkembangan diri,
4. keutuhan
pribadi,
5. tujuan
dan arah yang jelas,
6. perspektif,
skala nilai dan filsafat hidup memadai,
7. rasa
humor,
8. rasa
tanggung jawab,
9. kematangan
respon,
10.perkembangan
kebiasaan yang baik,
11.adaptabilitas,
12.bebas dari
respon-respon yang simptomatis (gejala gangguan mental),
13.kecakapan bekerja
sama dan menaruh minat kepada orang lain,
14.memiliki minat
yang besar dalam bekerja dan bermain,
15.kepuasan dalam
bekerja dan bermain, dan
16.orientasi yang
menandai terhadap realitas.
Schneiders (1964: 51) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik (well adjustment person) adalah mereka dengan segala keterbatasannya, kemampuannya serta kepribadiannya telah belajar untuk bereaksi terhadap diri sendiri dan lingkungannya dengan cara efisien, matang, bermanfaat, dan memuaskan. Efisien artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut dapat memberikan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan tanpa banyak mengeluarkan energi, tidak membuang waktu banyak, dan sedikit melakukan kesalahan. Matang artinya bahwa individu tersebut dapat memulai dengan melihat dan menilai situasi dengan kritis sebelum bereaksi. Bermanfaat artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut bertujuan untuk kemanusiaan, berguna dalam lingkungan sosial, dan yang berhubungan dengan Tuhan. Selanjutnya, memuaskan artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut dapat menimbulkan perasaan puas pada dirinya dan membawa dampak yang baik pada dirinya dalam bereaksi selanjutnya. Mereka juga dapat menyelesaikan konflik-konflik mental, frustasi dan kesulitan-kesulitan dalam diri maupun kesulitan yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya serta tidak menunjukkan perilaku yang memperlihatkan gejala menyimpang.
Selain itu, Schneiders (1964: 52) mengemukakan penyesuaian diri bersifat relatif, hal tersebut dikarenakan beberapa hal berikut:
· Penyesuaian
diri merupakan kemampuan individu untuk mengubah atau memenuhi banyaknya
tuntutan yang ada pada dirinya. Kemampuan ini dapat berbeda-beda pada
masing-masing individu sesuai dengan kepribadian dan tahap perkembangannya.
· Kualitas
penyesuaian diri yang dapat berubah-ubah sesuai dengan situasi masyarakat dan
kebudayaan tempat penyesuaian diri dilakukan.
· Adanya
perbedaan dari masing-masing individu karena pada dasarnya setiap individu
memiliki saat-saat yang baik dan buruk dalam melakukan penyesuaian diri, tidak
terkecuali bagi individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik (well
adjustment) karena terkadang ia pun dapat mengalami situasi yang tidak dapat
dihadapi atau diselesaikannya.
2. Variasi Penyesuaian Diri
Schneiders (1964: 429) mengungkapkan setiap individu memiliki pola penyesuaian yang khas terhadap setiap situasi dan kondisi serta lingkungan yang dihadapinya. Bagaimana individu menyesuaikan diri di lingkungan rumah dan keluarganya, di sekolahnya, bagaimana individu dapat menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, serta cara menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial menentukan adanya variasi penyesuaian diri (Varietas of Adjustment), artinya adanya klasifikasi penyesuaian diri yang berdasarkan pada masalah dan situasi yang dihadapi dan berkaitan dengan tuntutan lingkungan. Empat variasi penyesuaian diri yang lebih penting dan krusial dalam kehidupan seorang manusia yaitu:
· Penyesuaian
dengan dirinya sendiri (Personal Adjustment)
· Penyesuaian
sosial (Social Adjustment)
· Penyesuaian
diri dengan pernikahan (Marital Adjustment)
· Penyesuaian
diri dengan pekerjaan (Vocational Adjustment).
2. PERTUMBUHAN
PERSONAL
Manusia merupakan makhluk
individu. Manusia disebut sebagai individu apabila tingkah lakunya spesifik
atau menggambarkan dirinya sendiri dan bukan bertingkah laku secara umum atau
seperti orang lain. Jadi individu adalah seorang manusia yang tidak hanya
memiliki peranan-peranan yang khas dalam lingkup sosial tetapi mempunyai
kekhasan tersendiri yang spesifik terhadap dirinya didalam lingkup sosial
tersebut. Kepribadian suatu individu tidak sertamerta langsung terbentuk, akan
tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang
panjang.
Setiap individu pasti akan mengalami
pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal tersebut membutuhkan proses yang
sangat panjang dan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
kepribadiannya tersebut dan keluarga adalah faktor utama yang akan sangat
mempengaruhi pembentukan kepribadian. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah
kerabat yang paling dekat dan kita lebih sering bersama dengan keluarga. Setiap
keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma
tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan personal individu. Bukan
hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat atau sosialpun
terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi
pertumbuhan individu.
Setiap individu memiliki naluri yang
secara tidak langsung individu dapat memperhatikan hal-hal yang berada
disekitarnya apakah hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu
berada di dalam masyarakat yang memiliki suatu norma-norma yang
berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh
dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang
tidak disiplin yang dalam menerapkan aturan-aturannya maka lama-kelamaan pasti
akan mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang tidak
disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di
lingkup keluarga yang cuek maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi
yang cuek.
Daftar Pustaka :
Chaplin,J.P. (a.b. Kartini Kartono). (2001). Kamus Lengkap
Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.
Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Rinehart & Winston.
Basuki,Heru.(2008).Psikologi Umum.Jakarta:Universitas Gunadarma
Pertemuan 2
TEORI KEPRIBADIAN SEHAT
Gordon W. Allport
Allport mengakui
bahwa masa kanak-kanak mempunyai andil dalam mewujudkan pribadi yang sehat,
hanya saja hubungan itu tidakbersifat fungsional yang
berkesinambungan. Menurut Allport peranan orang tua (ibu) mempengaruhi
perkembangan proprium anak. Jika seorang anak mendapat kasih sayang yang cukup,
perasaan aman, akan menumbuhkan identitas diri dan diri akan meluas. Demikian
pula jika seorang anak yang dibesarkan dalam kondisi tidak aman, agresif, penuh
tuntutan, egosentris, pertumbuhan psikologisnya berkurang. Sebagai seorang
dewasa, orang itu akan dikontrol oleh dorongan masa kanak – kanak dan oleh
keinginan dan konflik dan mungkin mengembangakan suatu bentuk sakit jiwa.
Kepribadian yang Matang Menurut
Allport :
Menurut Allport,
faktor utama tingkah lalu orang dewasa yang matang adalah sifat-sifat yang
terorganisir dan selaras yang mendorong dan membimbing tingkah laku menurut
prinsip otonomi fungsional.
Kualitas
Kepribadian yang matang menurut allport sebagai berikut:
1. Ekstensi sense of self
· Kemampuan berpartisipasi dan
menikmati kegiatan dalam jangkauan yang luas.
· Kemampuan diri
dan minat-minatnya dengan orang lain beserta minat mereka.
· Kemampuan
merencanakan masa depan (harapan dan rencana)
2. Hubungan hangat/akrab dengan orang lain
Kapasitas intimacy (hubungan
kasih dengan keluarga dan teman) dan compassion(pengungkapan
hubungan yang penuh hormat dan menghargai dengan setiap orang)
3.
Penerimaan diri
Kemampuan untuk
mengatasi reaksi berlebih hal-hal yang menyinggung dorongan khusus (misal :
mengolah dorongan seks) dan menghadapi rasa frustasi, kontrol diri, presan
proporsional.
4.
Pandangan-pandangan realistis, keahlian dan penugasan
Kemampuan
memandang orang lain, objek, dan situasi. Kapasitas dan minat dalam
penyelesaian masalah, memiliki keahlian dalam penyelesain tugas yang dipilih,
mengatasi pelbagai persoalan tanpa panik, mengasihani diri, atau tingkah laku
lain yang merusak.
5.
Objektifikasi diri: insight dan humor
Kemampuan diri
untuk objektif dan memahami tentang diri dan orang lain. Humor tidak sekedar
menikmati dan tertawa tapi juga mampu menghubungkan secara positif pada saat
yang sama pada keganjilan dan absurditas diri dan orang lain.
6.
Filsafat Hidup
Ada latar belakang
yang mendasari semua yang dikerjakannya yang memberikan tujuan dan arti.
Contohnya lewat agama.
Untuk memahami
orang dewasa kita membutuhkan gambaran tujuan dan aspirasinya. Tidak semua
orang dewasa memiliki kedewasaan yang matang. Bisa saja seseorang melakukan
sesuatu hal tanpa tahu apa yang ia lakukan.
Carl rogers
Pendapat Rogers : Memahami dan
menjelaskan teori kepribadian sehat menurut rogers yang meliputi
A. Perkembangan
kepribadian “self”
Inti dari teori- teori Rogers yaitu
individu memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan
hidup, dan menangani masalah- masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan
kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri.
Rogers menerima istilah self dari pengalaman- pengalaman realita masing- masing
individu. Dalam setiap bertambahnya umur ,anak bisa berubah sifat
dan perilaku. Dan seorang ibu bisa memperhatikan perkembangan anak, dari waktu
ke waktu dan seorang ibulah yang memelihara dan mendidiknya dan tidak di
serahkan kepada baby sister
B. Peranan positive regard dalam
pembentukan kepribadian individu
Setiap manusia memiliki
kebutuhan basic akan kehangatan, penghargaan, penerimaan,
pengagungan, cinta, kasih, dan sayang dari orang lain. Kebutuhan ini
disebut need for positive regard, yang terbagi lagi
menjadi 2 yaituconditional positive regard (bersyarat)
dan unconditional positive regard (tak bersyarat).
Pribadi yang berfungsi sepeuhnya
adalah pribadi yang mengalami pengharagaan positif tak bersyarat. Mengapa?
Karena ini penting, dihargai, diterima, disayangi, dicintai sebagai seseorang
yang berarti tentu akan menerima dengan penuh kepercayaan.
C. Ciri-ciri
orang yang berfungsi sepenuhnya
Menurut pendapat Rogers
Pertama orang yang sehat secara
psikologis akan lebih mudah beradaptasi
Karena orang psikologis bisa melihat
dan menilai sifat-sifat seeorang maka dari itu dia mudah beradaptasi
Kedua manusia –manusia masa depan
akan lebih terbuka atas pengalaman-pengalaman mereka, manusia
masa depan akan lebih mendengar dirinya dan memperhatikan perasaan bahagia,
marah,kecewa,ketakutan, dan kelembutan mereka
Ketiga dari manusia masa depan adalah
kecenderungan untuk hidup sepenuhnya pada masa sekarang. Merujuk
kecenderungan untuk hidup pada masa sekarang sebagaikehidupan eksistensial. Manusia
masa depan tidak mempunyai kebutuhan untuk menipu diri mereka sendiri ataupun
alasan untuk mencoba membuat orang lain kagum
Keempat manusia masa depan akan tetap
percaya terhadap kemampuan diri mereka untuk merasakan hubungan yang
hamonis dengan orang lain.
Kelima manusia masa depan akan lebih
terintegrasi, lebih utuh, anpa batasan-batasan buatan antara proses kognitif
yang dilakukan secara sadar ataupun yang tidak.
Keenam, manusia masa depan
mempunyai kepercayaan pada kemanusiaan. Mereka tidak akan
menyakiti orang lain hanya untuk kepentingan pribadi; peduli pada orang lain
dan akan siap membantu apabila diperlukan; akan mengalami kemarahan, tetapi
dapat dipercaya bahwa mereka tidak akan menyerang secara tidak asuk akal
melawan orang lain; serta akan merasa agresi, tetapi akan mengalihkannya kea
rah yang sepatutnya .
Terakhir, karena manusia masa depan
terbuka dengan semua pengalaman, mereka akanlebih menikmati kekayaan
hidup dri pada orang lain. Mereka tidak mendistori stimulus internal
ataupun menahan emosi mereka .
Rogers meberikan lima sifat orang yang berfungsi sepenuhnya :
a. Keterbukaan
pada pengalaman
b. Kehidupan
eksistensial
c. Kepercayaan
terhadap organism sendiri
d. Perasaan
bebas
e. Kreatifitas
Abraham maslow
Maslow memandang kebutuhan manusia
berdasarkan suatu hirarki kebutuhan dari kebutuhan yang paling rendah hingga
kebutuhan yang paling tinggi.
Maslow
menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai
teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan-kebutuhan
tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat
dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki
kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :
· Kebutuhan
fisiologis atau dasar
· Kebutuhan
akan rasa aman
· Kebutuhan
untuk dicintai dan disayangi
· Kebutuhan
untuk dihargai
· Kebutuhan
untuk aktualisasi diri
Maslow menyebut
empat kebutuhan mulai dari kebutuhan fisiologis sampai kebutuhan harga diri
dengan sebutan homeostatis. Homeostatis adalah prinsip yang mengatur cara kerja
termostat (alat pengendali suhu). Kalau suhu terlalu dingin, alat itu akan
menyalakan penghangat, sebaliknya kalau suhu terlalu panas, ia akan menyalakan
dingin. Begitu pula dengan tubuh manusia, ketika manusia merasa kekurangan
bahan-bahan tertentu, dia akan merasa memerlukannya. Ketika dia sudah cukup
mendapatkannya, rasa butuh itu pun kemudian berhenti dengan sendirinya.
Maslow memperluas
cakupan prinsip homeostatik ini kepada kebutuhan-kebutuhan tadi, seperti rasa
aman, cinta dan harga diri yang biasanya tidak kita kaitkan dengan prinsip
tersebut. Maslow menganggap kebutuhan-kebutuhan defisit tadi sebagai kebutuhan
untuk bertahan. Cinta dan kasih sayang pun sebenarnya memperjelas kebutuhan ini
sudah ada sejak lahir persis sama dengan insting.
Kebutuhan Fisiologis
Pada tingkat yang
paling bawah, terdapat kebutuhan yang bersifat fisiologik (kebutuhan akan
udara, makanan, minuman dan sebagainya) yang ditandai oleh kekurangan (defisi)
sesuatu dalam tubuh orang yang bersangkutan. Kebutuhan ini dinamakan juga kebutuhan
dasar (basic needs) yang jika tidak dipenuhi dalam keadaan yang sangat estrim
(misalnya kelaparan) bisa manusia yang bersangkutan kehilangan kendali atas
perilakunya sendiri karena seluruh kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan
dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu. Sebaliknya, jika
kebutuhan dasar ini relatif sudah tercukupi, muncullah kebutuhan yang lebih
tinggi yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety needs).
Kebutuhan Rasa
Aman
Jenis kebutuhan
yang kedua ini berhubungan dengan jaminan keamanan, stabilitas, perlindungan,
struktur, keteraturan, situasi yang bisa diperkirakan, bebas dari rasa takut
dan cemas dan sebagainya. Karena adanya kebutuhan inilah maka manusia membuat
peraturan, undang-undang, mengembangkan kepercayaan, membuat sistem, asuransi,
pensiun dan sebagainya. Sama halnya dengan basic needs, kalau safety needs ini
terlalu lama dan terlalu banyak tidak terpenuhi, maka pandangan seseorang
tentang dunianya bisa terpengaruh dan pada gilirannya pun perilakunya akan
cenderung ke arah yang makin negatif.
Kebutuhan
Dicintai dan Disayangi
Setelah kebutuhan
dasar dan rasa aman relatif dipenuhi, maka timbul kebutuhan untuk dimiliki dan
dicintai (belongingness and love needs). Setiap orang ingin mempunyai hubungan
yang hangat dan akrab, bahkan mesra dengan orang lain. Ia ingin mencintai dan
dicintai. Setiap orang ingin setia kawan dan butuh kesetiakawanan. Setiap orang
pun ingin mempunyai kelompoknya sendiri, ingin punya “akar” dalam masyarakat.
Setiap orang butuh menjadi bagian dalam sebuah keluarga, sebuah kampung, suatu
marga, dll. Setiap orang yang tidak mempunyai keluarga akan merasa sebatang
kara, sedangkan orang yang tidak sekolah dan tidak bekerja merasa dirinya
pengangguran yang tidak berharga. Kondisi seperti ini akan menurunkan harga
diri orang yang bersangkutan.
Kebutuhan Harga
Diri
Di sisi lain,
jika kebutuhan tingkat tiga relatif sudah terpenuhi, maka timbul kebutuhan akan
harga diri (esteem needs). Ada dua macam kebutuhan akan harga diri. Pertama,
adalah kebutuhan-kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya diri
dan kemandirian. Sedangkan yang kedua adalah kebutuhan akan penghargaan dari
orang lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan
apresiasi dari orang lain. Orang-orang yang terpenuhi kebutuhannya akan harga
diri akan tampil sebagai orang yang percaya diri, tidak tergantung pada orang
lain dan selalu siap untuk berkembang terus untuk selanjutnya meraih kebutuhan
yang tertinggi yaitu aktualisasi diri (self actualization).
Kebutuhan
Aktualisasi Diri
Kebutuhan ini
merupakan kebutuhan yang terdapat 17 meta kebutuhan yang tidak tersusun secara
hirarki, melainkan saling mengisi. Jika berbagai meta kebutuhan tidak terpenuhi
maka akan terjadi meta patologi seperti apatisme, kebosanan, putus asa, tidak
punya rasa humor lagi, keterasingan, mementingkan diri sendiri, kehilangan
selera dan sebagainya.
Erich fromm
Fromm melihat kepribadian hanya
sebagai suatu produk kebudayaan. Karena itu dia percaya bahwa kesehatan jiwa
harus di definisikan menurut bagaimna baik nya masyarakat menyesuaikan diri
dengan kebutuhan-kebutuhan dasar semua individu, bukan menurut bagaimana
baiknya individu-individu menyesuaikan diri dengan masyarakat. Karena itu
kesehatan psikologis tidak begitu banyak merupakan usaha masyarakat. Faktor
kunci ialah bagaimana suatu masyarakat memuaskan secukupnya kebutuhan-kebutuhan
manusia.
a) Suatu masyarakat
yang tidak sehat atau sakit menciptakan permusuhan, kecurigaan,
ketidakpercayaan dalam anggota-anggotanya, dan merintangi pertumbuhan penuh
dari setiap individu. Suatu masyarakat yang sehat membiarkan anggota-anggotanya
mengembangkan cinta satu sama lain, menjadi produktif yang kreatif, mempertajam
dan memperhalus tenaga pikiran dan objektivitasnya dan mempermudah timbulnya individu-individu
yang berfungsi sepenuhnya. Tetapi apabila kekuatan-kekuatan sosial mencampuri
kecenderungan kodrati untuk pertumbuhan, akibatnya ialah tingkah laku irasional
dan neurotis, masyarakat-masyarakat yang sakit menghasilkan orang-orang yang
sakit.
b) Fromm melukiskan
hakikat keadaan manusia sebagai kesepian dan ketidakberartian. Menurut Fromm,
kita adalah makhluk yang unik dan kesepian. Sebagai akibat evolusi kita dari
binatang-binatang yang lebih rendah, kita tidak lagi bersatu dengan alam, kita telah
mengatasi alam. Tidak seperti tingkah laku binatang, tingkah laku kita tidak
terikat pada mekanisme-mekanisme instinktif. Akan tetapi perbedaan yang sangat
penting antara manusia dan binatang yang lebih rendah terletak pada kemampuan
kita akan kesadaran diri, pikiran, dan khayal. Kita mengetahui bahwa kita
akhirnya tidak berdaya, kita akan mati, dan terpisah dari alam.
c) Dorongan
Kepribadian yang sehat. Sebagai organisme yang hidup, kita didorong untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis dasar akan kelaparan, kehausan, dan
seks. Apa yang penting dalam mempengaruhi kepribadian ialah kebutuhan-kebutuhan
psikologis. Semua manusia sehat dan tidak sehat didorong oleh
kebutuhan-kebutuhan tersebut, perbedaan antara mereka terletak dalam cara
bagaimana kebutuhan-kebutuhan ini dipuaskan. Orang-orang yang sehat memuaskan
kebutuhan-kebutuhan psikologis secara kreatif dan produktif. Orang-orang yang
sakit memuaskan kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan cara-cara irasional.
d) Fromm
mengemukakan lima kebutuhan yang berasal dari dikotomi kebebasan dan keamanan :
1. Hubungan
2. Trasendensi
3. Berakar
4. Perasaan identitas
5. Kerangka orientasi
Kepribadian Produktif menurut Fromm:
1) Cinta yang produktif,
Karena cinta yang produktif menyangkut
empat sifat yang menantang perhatian, tanggung jawab, respek dan pengetahuan.
Mencintai orang-orang lain berarti memperhatikan (dalam pengertian memelihara
mereka), sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan mereka, dan membantu
pertumbuhan dan perkembangan mereka. Hal ini berarti memikul tanggung jawab
untuk orang-orang lain, dalam pengertian mau mendengarkan kebutuhan-kebutuhan
mereka juga orang-orang yang dicintai dipandang dengan respek dan menerima
individualitas mereka, mereka dicintai menurut siapa dan apa adanya. Dan untuk
menghormati mereka, kita harus memiliki pengetahuan penuh terhadap mereka, kita
harus memahami mereka siapa dan apa secara objektif.
2) Pikiran yang produktif,
Pikiran yang produktif meliputi
kecerdasan, pertimbangan, dan objektivitas. Pemikir produktif didorong oleh
perhatian yang kuat terhadap objek pikiran. Pemikir yang produktif dipengaruhi
olehnya dan memperhatikannya. Fromm percaya bahwa semua penemuan dan wawasan
yang hebat melibatkan pikiran objektif, dimana pemikir-pemikir didorong oleh
ketelitian, dan perhatian untuk menilai secara objektif seluruh masalah.
3) Kebahagiaan,
Orang-orang yang produktif ialah
orang-orang yang berbahagia. Fromm menulis bahwa suatu perasaan kebahagian
merupakan bukti bagaimana berhasilnya seseorang “dalam seni kehidupan”.
Kebahagiaan merupakan prestasi (kita) yang paling hebat. Fromm membedakan dua
tipe suara hati otoriter dan suara hati humanistis.
4) Suara hati.
Suara hati otoriter adalah penguasa
dari luar yang diinternalisasikan, yang memimpin tingkah laku orang itu.
Penguasa itu dapat berupa orang tua, Negara, atau suara kelompok lainnya yang
mengatur tingkah laku melalui ketakutan orang itu terhadap hukuman karena
melanggar kode moral dari penguasa. Suara hati humanistis ialah suara dari diri
dan bukan dari suatu perantara dari luar. Pedoman kepribadian sehat untuk
tingkah laku bersifat internal dan individual. Orang bertingkah laku sesuai
dengan apa yang cocok untuk berfungsi sepenuhnya dan menyingkap seluruh
kepribadian, tingkah laku-tingkah laku yang menghasilkan rasa persetujuan dan
kebahagiaan dari dalam. Jadi, kepribadian yang sehat dan produktif memimpin dan
mengatur diri sendiri.
Sumber:
Hall,Calvin. Lindsay,Gardner. Editor:
Sugiyono. 1993. Psikologi Kepribadian 3 Teori-Teori Kepribadian dan
Behavioristik. Kanisius : Yogyakarta
Lindzey,Gardner and Hall,
Calvin, Introduction to Theories of Personalitry,New York: John
Wiley & Sons, Inc., 1985
Psikologi Komunikasi, Marhaeni F.
Kurniawati S.Sos M.psi, pusat pengembangan bahan ajar UMB.
Sumber :
Schultz, D.psikologi pertumbuhan : model – model kepribadian sehat. Yogyakarta: kanisius, 1991.
Suryabrata, S.psikologi kepribadian. Jakarta: kanisius, 1982.
Jess, J. And Gregory,J.F.teori kepribadian. Jakarta: salemba humanika, 2009
Schultz, D.psikologi pertumbuhan : model – model kepribadian sehat. Yogyakarta: kanisius, 1991.
Suryabrata, S.psikologi kepribadian. Jakarta: kanisius, 1982.
Jess, J. And Gregory,J.F.teori kepribadian. Jakarta: salemba humanika, 2009
Schultz, D. (1991). Psikologi
Pertumbuhan : Model-model Kepribadian Sehat. Alih bahasa : Yustinus. Yogya
: Kanisius
Hall, S. (1993). Teori-teori
Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta : Kanisius
Schultz, Duane. 1991. Psikologi
Pertumbuhan. Yokyakarta : KANISUS
all S. Calvin, dan Gardner Lindzey.
1993. Teori-Teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta: Kanisius
Arti penting
stress
Stress adalah bentuk
ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini
mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat
produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya,
stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress
disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut
strain.
a) Faktor
– faktor individual dan sosial yang menjadi penyebab stress
Faktor
Individual
Tatkala seseorang menjumpai stresor dalam lingkungannya, ada dua karakteristik pada stresor tersebut yang akan mempengaruhi reaksinya terhadap stresor itu yaitu: Berapa lamanya (duration) ia harus menghadapi stresor itu dan berapa terduganya stresor itu (predictability).
Tatkala seseorang menjumpai stresor dalam lingkungannya, ada dua karakteristik pada stresor tersebut yang akan mempengaruhi reaksinya terhadap stresor itu yaitu: Berapa lamanya (duration) ia harus menghadapi stresor itu dan berapa terduganya stresor itu (predictability).
Faktor Sosial
Keluarga. Faktor yang menyebabkan
stress dari keluarga misalnya adalah terjadi kesalahan pada pola asuh yang
diberikan, broken home, keadaan sosial ekonomi yang tidak sesuai harapan serta
adanya tradisi juga filsafat keluarga yang dianggap tidak sejalan dengan
filsafat individu.
Lingkungan. Peristiwa alam seperti
gempa bumi, tsunami, banjir dan longsor secara langsung akan membuat seseorang
mempunyai tegangan tinggi dalam dirinya, apalagi orang tersebut menjadi korban
bencana tersebut. Gaya hidup yang modern juga membuat orang mudah terkena
stress.
Dunia Kerja. Tugas yang menumpuk yang
harus dikumpulkan besok, tugas yang jumlahnya sedikit namun tingkat
kesulitannya tinggi, kecelakaan dunia kerja serta kemonotonan pekerjaan adalah
stressor yang berasal dari dunia kerja yang mampu membuat orang mengambil
keputusan untuk mengakhiri hidupnya.
b) Efek
– efek stress menurut hans selye
Menurut Hans Selye, ahli
endokrinologi terkenal di awal 1930, tidak semua jenis stres yang merugikan,
dengan demikian, ia datang dengan eustress dan kesusahan. Kita
semua melakukan menjalani ringan, saat-saat singkat dan dikendalikan dari
ketegangan saraf yang dianggap umum, dan bertindak sebagai rangsangan positif
terhadap pertumbuhan seseorang intelektual dan emosional. Selye disebut
eustress ini. Ia didefinisikan distres menjadi sesuatu yang sebaliknya dan
ditandai dengan tekanan fisik dan psikologis yang parah yang mengganggu
kesehatan umum.
Efek fisiologis dari stres pada tubuh
meliputi:
- Nyeri dada
- Insomnia atau tidur masalah
- Nyeri kepala Konstan
- Hipertensi
- Tukak
Stres dikatakan menjadi sebuah faktor
penunjang untuk produksi suatu penyakit tertentu, atau mungkin menjadi penyebab
respon perilaku negatif, seperti merokok, minum alkohol dan penyalahgunaan
narkoba yang semuanya dapat membuat kita rentan terhadap penyakit. Hal buruk
dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, sehingga menyebabkan tubuh kita
menjadi kurang tahan terhadap sejumlah masalah kesehatan.
2. Tipe
– tipe stress
1. Tekanan (pressures)
Tekanan terjadi karena adanya suatu tuntutan untuk mencapai sasaran atau tujuan
tertentu maupun tuntutan tingkah laku tertentu.Secara umum tekanan mendorong
individu untuk meningkatkan performa, mengintensifkan usaha atau mengubah
sasaran tingkah laku. Tekanan sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari
dan memiliki bentuk yang berbeda-beda pada setiap individu. Tekanan dalam
beberapa kasus tertentu dapat menghabiskan sumber-sumber daya yang dimiliki
dalam proses pencapaian sasarannya, bahkan bila berlebihan dapat mengarah pada
perilaku maladaptive. Tekanan dapat berasal dari sumber internal atau eksternal
atau kombinasi dari keduanya.Tekanan internal misalnya adalah sistem nilai,
self esteem, konsep diri dan komitmen personal. Tekanan eksternal misalnya
berupa tekanan waktu atau peranyang harus dijalani seseorang, atau juga dpat
berupa kompetisi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat antara lain dalam
pekerjaan, sekolah dan mendapatkan pasangan hidup.
2. Frustasi
Frustasi dapat terjadi apabila usaha individu untuk mencapai sasaran tertentu
mendapat hambatan atau hilangnya kesempatan dalam mendapatkan hasil yang
diinginkan. Frustasi juga dapat diartikan sebagai efek psikologis terhadap
situasi yang mengancam, seperti misalnya timbul reaksi marah, penolakan
maupun depresi.
3. Konflik
Konflik terjadi ketika individu berada dalam tekanan dan merespon langsung
terhadap dua atau lebih dorongan, juga munculnya dua kebutuhan maupun motif
yang berbeda dalam waktu bersamaan. Ada 3 jenis konflik yaitu :
a. Approach –
approach conflict, terjadi apabila individu harus satu diantara
dua alternatif yang sama-sama disukai, misalnya saja seseorang sulit
menentukan keputusan diantara dua pilihan karir yang sama-sama diinginkan.
Stres muncul akibat hilangnya kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak
diambil. Jenis konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.
b. Avoidence – avoidence
conflict, terjadi bila individu diharapkan pada dua pilihan yang sama- sama
tidak disenangi, misalnya wanita muda yang hamil muda yang hamil diluar nikah,
di satu sisi ia tidak ingin aborsi tapi di sisi lain ia belum mampu secara
mental dan finansial untuk membesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih
sulit diputuskan dan memerlukan lebih banyak tenaga dan waktu untuk
menyelesaikannya karena masing-masing alternatif memilki konsekuensi yang tidak
menyenangkan.
c. Approach – avoidence
conflict, adalah situasi dimana individu merasa tertarik sekaligus tidak
menyukai atau ingin menghindar dari seseorang atau suatu objek yang sama,
misalnya seseorang yang berniat berhenti merokok, karena khawatir merusak
kesehatannya tetapi ia tidak dapat membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa rokok
Berdasarkan pengertian stressor diatas
dpat disimpulkan kondisi fisik, lingkungan dan sosial yang menjadi
penyebab dari kondisi stres.
4. Kecemasan
Kecemasan adalah emosi yang tidak
menyenangkan yang ditandai dengan istilah-istilah seperti “Kekhawatiran”,
“Keprihatinan”, dan “Rasa Takut” yang kadang-kadang kita alami pada tingkatan
yang berbeda-beda (dalam,Pengantar Psikologi, Atkinson dkk.,1983).
Orang yang mengalami gangguan
kecemasan dilanda ketidakmampuan menghadapi perasaan cemas yang kronis dan
intens, perasaan tersebut sangat kuat sehingga mereka tidak mampu berfungsi
dalam kehidupan sehari-hari (dalam Psikologi Abnormal: Perspektif
Klinisi pada Gangguan Psikologis, Richard P.Halgin dan Susan Krauss, 2010).
Contohnya adalah seorang wanita yang berjalan sendirian pada malam hari di
tempat yang sepi, dengan cahaya yang remang-remang secara otomatis ia akan
merasa takut yang luar biasa bahkan mungkin tingkat kecemasannya menjadi
tinggi, karena ia berfikir (biasanya) di malam hari, di temapat yang sepi dapat
dijumpai hantu, penjahat dll. Karena fikirannya yang berhalusinasi maka ia akan
merasa sangat ketakutan.
3. Symptom
reducing responses terhadap stress
Respon terhadap stres
Defense mechanism
1. Menghilangkan stres mekanisme
pertahanan, dan penanganan yang berfokus pada masalah. Menurut Lazarus (dalam
Santrock, 2003 : 566) penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk,
yaitu :
a. Coping yang berfokus pada masalah
(problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk
penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi
masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
b. Coping yang berfokus pada emosi
(problem-focused coping)adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres
dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional,
terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
2. Strategi penanganan stres dengan
mendekat dan menghindar (Santrock, 2003 : 567):
a. strategi mendekati (approach
strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stres dan usaha
untuk menghadapi penyebab stres tersebut dengan cara menghadapi penyebab stres
tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung
b. strategi menghindar
(avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau
meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku,
untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stres.
Menurut Ebata & Moos, 1994 (dalam Santrock, 2003 : 567) individu yang menggunakan strategi mendekat untuk menghadapi stres adalah remaja yang berusia lebih tua, lebih aktif, menilai stresor utama yang muncul sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan dan sebagai suatu tantangan, dan memiliki sumber daya sosial yang dapat digunakan. Sedangkan, individu yang menggunakan strategi menghindar mudah merasa tertekan dan mengalami stres, memiliki stresor yang lebih kronis, dan telah mengalami kejadian-kejadian yang lebih negatif dalam kehidupannya selama tahun sebelumnya.
Menurut Ebata & Moos, 1994 (dalam Santrock, 2003 : 567) individu yang menggunakan strategi mendekat untuk menghadapi stres adalah remaja yang berusia lebih tua, lebih aktif, menilai stresor utama yang muncul sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan dan sebagai suatu tantangan, dan memiliki sumber daya sosial yang dapat digunakan. Sedangkan, individu yang menggunakan strategi menghindar mudah merasa tertekan dan mengalami stres, memiliki stresor yang lebih kronis, dan telah mengalami kejadian-kejadian yang lebih negatif dalam kehidupannya selama tahun sebelumnya.
Menurut Bandura (dalam Santrock, 2003 : 567) self-efficacy adalah sikap optimis yang memberikan perasaan dapat mengendalikan lingkungannya sendiri.
Menurut model realitas kenyataan dan khayalan diri yang dikemukan oleh Baumeister, individu dengan penyesuaian diri yang terbaik seringkali memiliki khayalan tentang diri mereka sendiri yang sedikit di atas rata-rata. Memiliki pendapat yang terlalu dibesar-besarkan mengenai diri sendiri atau berpikir terlalu negatif mengenai diri sendiri dapat mengakibatkan konsekuensi yang negatif. Bagi beberapa orang, melihat segala sesuatu dengan terlalu cermat dapat mengakibatkan merasa tertekan. Secara keseluruhan, dalam kebanyakan situasi, orientasi yang berdasar pada kenyataan atau khayalan yang sedikit di atas rata-rata dapat menjadi yang paling efektif (dalam Santrock, 2003 : 568).
4. Sistem dukungan
Menurut East, Gottlieb, O’Brien, Seiffge-Krenke, Youniss & Smollar (dalam Santrock, 2003 : 568), keterikatan yang dekat dan positif dengan orang lain – terutama dengan keluarga dan teman – secara konsisten ditemukan sebagai pertahanan yang baik terhadap stres.
Menurut East, Gottlieb, O’Brien, Seiffge-Krenke, Youniss & Smollar (dalam Santrock, 2003 : 568), keterikatan yang dekat dan positif dengan orang lain – terutama dengan keluarga dan teman – secara konsisten ditemukan sebagai pertahanan yang baik terhadap stres.
5. Berbagai strategi penanganan stres
Dalam penanganan stres dapat menggunakan berbagai strategi coping, karena stres juga disebabkan tidak hanya oleh satu faktor, melainkan oleh berbagai faktor (Susman, 1991 dalam Santrock, 2003 : 569).
Dalam penanganan stres dapat menggunakan berbagai strategi coping, karena stres juga disebabkan tidak hanya oleh satu faktor, melainkan oleh berbagai faktor (Susman, 1991 dalam Santrock, 2003 : 569).
4. Pendekatan
problem solving terhadap stress
Strategi koping yang spontan mengatasi
stres
Dalam Siswanto dijelaskan dalam menangani stres yaitu menggunakan metodeBiofeedback, tekhniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stres kemudian belajar untuk menguasainya. Teknik ini menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit sebagai feedback. Tetapi jika teman-teman tahu tentang hipno-self, teman-teman cukup menghipnotis diri sendiri dan melakukan sugesti untuk diri sendiri, cara ini lebih efektif karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendiri. Dan jika teman-teman ingin melakukan hipno-self, utamanya adalah tempat harus nyama dan tenang, dan teman-teman cukup membangkitkan apa yang menyebabkan teman-teman stres, cari tahu gejalanya hingga akar dari masalah tersebut, kemudian berikan sugesti-sugesti yang positif, Insya Allah cara ini akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara spiritual (mengarah kepada Tuhan Semesta Alam).
Dalam Siswanto dijelaskan dalam menangani stres yaitu menggunakan metodeBiofeedback, tekhniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stres kemudian belajar untuk menguasainya. Teknik ini menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit sebagai feedback. Tetapi jika teman-teman tahu tentang hipno-self, teman-teman cukup menghipnotis diri sendiri dan melakukan sugesti untuk diri sendiri, cara ini lebih efektif karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendiri. Dan jika teman-teman ingin melakukan hipno-self, utamanya adalah tempat harus nyama dan tenang, dan teman-teman cukup membangkitkan apa yang menyebabkan teman-teman stres, cari tahu gejalanya hingga akar dari masalah tersebut, kemudian berikan sugesti-sugesti yang positif, Insya Allah cara ini akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara spiritual (mengarah kepada Tuhan Semesta Alam).
Kita mengalahkan stress dengan cara
menyelesaikan problem stressor (hal yang membuat stress itu). Misalnya,
kita stress karena menderita suatu penyakit, maka kita menyelesaikan masalah
dengan berobat sehingga penyakit kita bisa sembuh. Atau bisa juga dengan
mengusahakan agar kita bisa menyesuaikan diri dengan situasi yang terjadi (bila
situasinya sendiri tidak bisa dirubah).
Niven, Neil.
2000. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nevid, Jeffrey
S., Spencer A. Rathus, dan Beverly Greene. 2005. Psikologi Abnormal.
Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi
Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit
Universitas
Indonesia (UI-Press).
Siswanto. 2007. Kesehatan
Mental: Konsep, Cangkupan dan Perkembangannya. Ed.,I.
Yogyakarta: ANDI.
Atkinson, Rita L., Richard C.
Atkinson, dan Ernest R. Hilgard. 1983. Pengantar Psikologi.
Editor:
Nurdjannah Taufiq-Agus Dharma. Edisi VIII. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
a. Pengertian dan jenis – jenis koping
Koping adalah
sebuah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang
diterima tubuh dan beban tersebut menimbulkan respon tubuh yang sifatnya
nonspesifik yaitu stres. Apabila mekanisme coping ini berhasil, seseorang akan
dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut (Ahyar, 2010).
Mekanisme koping
adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikanmasalah, menyesuaikan
diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat,
1999).
Sedangkan menurut
Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan
dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang
melelahkan atau melebihi sumber individu.
Berdasarkan kedua
definisi di atas, maka yang dimaksud mekanisme koping adalah cara yang
digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang
terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif maupun perilaku
Individu dapat
mengatasi stres dengan menggerakkan sumber koping di lingkungan. Ada lima
sumber koping yaitu: aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan individu,
teknik-teknik pertahanan, dukungan sosial dan dorongan motivasi (Hidayat,
2008).
Ø Jenis-jenis
koping
Menurut Rasmun, (
2004 ) dan Mustikasari, ( 2008 ) jenis koping ada dua yaitu:
1. Koping Psikologis
Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stres psikologi tergantung pada dua faktor yaitu:
a. bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stresor, artinya seberapa besar ancaman yang dirasakan individu tersebut terhadap stressor yang diterimanya.
b. keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu, artinya dalam menghadapi stresor jika strategi yang digunakan efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.
2. Koping psikososial
Adalah reaksi psiko-sosial terhadap adanya stimulus stres yang dihadapi oleh klien, menurut Stuart dan Sundeen (1991), mengemukakan bahwa terdapat dua kategori koping yang dapat digunakan untuk mengatasi stres dan kecemasan;
Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stres psikologi tergantung pada dua faktor yaitu:
a. bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stresor, artinya seberapa besar ancaman yang dirasakan individu tersebut terhadap stressor yang diterimanya.
b. keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu, artinya dalam menghadapi stresor jika strategi yang digunakan efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.
2. Koping psikososial
Adalah reaksi psiko-sosial terhadap adanya stimulus stres yang dihadapi oleh klien, menurut Stuart dan Sundeen (1991), mengemukakan bahwa terdapat dua kategori koping yang dapat digunakan untuk mengatasi stres dan kecemasan;
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas, cara ini digunakan untuk menyelesaikan masalah konflik dan memenuhi kebutuhan dasar. Terdapat 3 macam reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu;
1) Perilaku menyerang ( Fight )
Individu menggunakan energinya untuk melakukan perlawanan dalam rangka mempertahankan integritas pribadinya dan perilaku yang ditunjukkan dapat berupa konstruktif maupun destruktif.
2) Perilaku Menarik Diri ( Withdrawl )
Individu menunjukan perilaku pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologik meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stressor.
3) Kompromi
Kompromi merupakan tindakan konstruktif yang dilakukan oleh individu untuk menyelesaikan masalah yang dilakukan dengan bermusyawarah atau negoisasi.
b. Reaksi yang berorientasi pada Ego.
Reaksi ini digunakan oleh individu dalam menghadapi stres atau kecemasan sehingga dapat mengurangi kecemasan, tetapi jika digunakan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan gangguan orientasi realita dengan memburuknya hubungan interpersonal dan produktifitas kerja. Adapun mekanisme pertahanan diri yang bersumber dari ego yaitu;
1) Kompensasi
Proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan atau kelebihan yang dimilikinya.
2) Penyangkalan (denial)
Menyatakan ketidak setujuan terhadap realitas dengan berusaha mengatakan tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitif.
3) Mengalihkan (displacement)
Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang atau benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya.
4) Disosiasi
Kehilangan kemampuan mengingat peristiwa yang terjadi pada dirinya.
5) Identifikasi (identification)
Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang dia kagumi berupaya dengan mengambil atau menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang tersebut.
6) Intelektualisasi (intelectualization)
Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang tidak menyenangkan.
7) Introjeksi (introjection)
Perilaku dimana individu menyatukan nilai orang lain atau kelompok kedalam dirinya.
8) Isolasi
Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat bersifat sementara atau berjangka lama.
9) Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan yang dilakukannya sendiri.
10) Rasionalisasi
Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat diterima masyarakat untuk membenarkan kesalahannya.
11) Reaksi formasi
Pembentukan sikap dan pola perilaku yang bertentangan dengan apa yang sebenarnya.
12) Regresi
Kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.
13) Represi
Menekan perasaan atau pengalaman yang menyakitkan dari kesadaran yang cenderung memperkuat mekanisme ego lainnya.
14) Pemisahan (splitting)
Sikap mengelompokkan orang atau keadaan semuanya baik atau semuanya buruk, kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan negatif di dalam diri sendiri.
15) Sublimasi
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam penyalurannya secara normal.
16) Supresi
Menekan perasaan yang menyakitkan ke alam tak sadar sampai dia melupakan peristiwa yang menyakitkan itu.
17) Undoing
Tindakan atau perilaku atau komunikasi yang menghapuskan sebagian dari tindakan atau perilaku atau komunikasi sebelumnya merupakan mekanisme pertahanan primitif.
B. Jenis-jenis koping yang konstruktif
atau positif
Harmer dan Ruyon (1984) menyebutkan
jenis-jenis koping yang dianggap konstruktif: yaitu:
1. Penalaran
(reasoning)
Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi bebagai macam alternatif pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternate yang dianggap paling menguntungkan. Individu secara sadar mengumpulkan berbagai informasi yang relevan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi, kemudian membuat alternatif-alternatif pemecahannya, kemudian memilih alternative yang paling menguntungkan dimana resiko kerugiannya paling kecil dan keuntungan yang diperoleh paling besar.
Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi bebagai macam alternatif pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternate yang dianggap paling menguntungkan. Individu secara sadar mengumpulkan berbagai informasi yang relevan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi, kemudian membuat alternatif-alternatif pemecahannya, kemudian memilih alternative yang paling menguntungkan dimana resiko kerugiannya paling kecil dan keuntungan yang diperoleh paling besar.
2. Objektifitas
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan dengan yang tidak berkaitan. Kemampuan untuk melakukan koping jenis objektifitas mensyaratkan individu yang bersangkutan memilki kemampuan untuk mengelola emosinya sehingga individu mampu memilih dan membuat keputusan yang tidak semata didasari oleh pengaruh emosi.
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan dengan yang tidak berkaitan. Kemampuan untuk melakukan koping jenis objektifitas mensyaratkan individu yang bersangkutan memilki kemampuan untuk mengelola emosinya sehingga individu mampu memilih dan membuat keputusan yang tidak semata didasari oleh pengaruh emosi.
3. Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Pada kenyataannya, justru banyak individu yang tidak mampu berkonsetrasi ketika menghadappi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah dalam berbagai arus pemikiran yang justru membuat persoalan menjadi seakin kabur dan tidak terarah.
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Pada kenyataannya, justru banyak individu yang tidak mampu berkonsetrasi ketika menghadappi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah dalam berbagai arus pemikiran yang justru membuat persoalan menjadi seakin kabur dan tidak terarah.
4. Penegasan diri
(self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stress dengan cara mengekpresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara langsung tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain. Menjadi asertif tidak sama dengan tidakan agresi. Sertif adalah menegaskan apa yang dirasakan, dipikirkan oleh individu yang bersangkutan, namun dengan menghormati pemikiran dan perasaan orang lain. Dewasa ini pelatihan-pelatihan dibidang asertifitas mulai banyak dilakukan untuk memperbaiki relasi antar manusia.
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stress dengan cara mengekpresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara langsung tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain. Menjadi asertif tidak sama dengan tidakan agresi. Sertif adalah menegaskan apa yang dirasakan, dipikirkan oleh individu yang bersangkutan, namun dengan menghormati pemikiran dan perasaan orang lain. Dewasa ini pelatihan-pelatihan dibidang asertifitas mulai banyak dilakukan untuk memperbaiki relasi antar manusia.
5. Pengamatan
diri (self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspreksi, yaitu individu melakukan pengujian secara objektif proses-proses kesadaran sendiri atau mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif, cirri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam. Pengamatan diri mengandaikan individu memilki kemampuan untuk melakukan transedensi, yaitu kemampuan untuk membuat jarak antara diri yang diamati dengan diri yang mengamati. Perkembangan kognitif dan latihan-latihan melakukan introspeksi yang dilakukan sejak remaja, akan mempertajam keterampilan untuk melakukan pengamatan diri.
Pengamatan diri sejajar dengan introspreksi, yaitu individu melakukan pengujian secara objektif proses-proses kesadaran sendiri atau mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif, cirri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam. Pengamatan diri mengandaikan individu memilki kemampuan untuk melakukan transedensi, yaitu kemampuan untuk membuat jarak antara diri yang diamati dengan diri yang mengamati. Perkembangan kognitif dan latihan-latihan melakukan introspeksi yang dilakukan sejak remaja, akan mempertajam keterampilan untuk melakukan pengamatan diri.
Sumber:
Hurlock, E.B. (1980). Psikologi
perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan
(Edisi ke-5). Indonesia: Erlangga.
Henry.I.S & Soemarmono W.S.
(1997). Hubungan Antara Perilaku Koping Dengan Depresi Pada
Lanjut Usia
di Panti Wredha Di Yogyakarta. Yogyakarta: Labolatorium
RSUP. DR. Sardjito.
Rasmun, Skp., M.Kep, Stres, Koping dan
Adaptasi, Sagung Seto, Jakarta,2004
Siswanto, S.Pi., Msi. Kesehatan Mental, konsep, cakupan dan perkembangannya, CV. Andi Offeset, Yogyakarta, 2007.
Dr. Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta, 1995
Siswanto, S.Pi., Msi. Kesehatan Mental, konsep, cakupan dan perkembangannya, CV. Andi Offeset, Yogyakarta, 2007.
Dr. Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta, 1995
http://www.psychologymania.com/2012/08/pengertian-koping.html
PERTEMUAN 3
TULISAN 1
Penyesuaian diri
dan pertumbuhan
a. pengertian dan konsep penyesuaian
Pengertian
penyesuaian diri adalah proses yang diharapi oleh individu dalam mengenal
lingkungan yang baru. Menurut Schneider (dalam Partosuwido, 1993) penyesuaian
diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan
kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat. Menurut Callhoun
dan Acocella (dalam Sobur, 2003), penyesuaian dapat didefenisikan sebagai
interaksi individu yang kontinu dengan diri individu sendiri, dengan orang
lain, dan dengan dunia individu. Menurut pandangan para ahli diatas, ketiga
faktor tersebut secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut
bersifat timbal balik mengingat individu secara konstan juga mempengaruhi kedua
faktor lain.
Menurut Schneiders (1964), pengertian
penyesuaian diri dapat ditiinjau dari tiga sudut pandang, yaitu:
1.
Penyesuaian sebagai adaptasi --- Menurut
pandangan ini, penyesuaian diri cenderung diartikan sebagai usaha
mempertahankan diri secara fisik, bukan penyesuaian dalam arti psikologis,
sehingga ada kompleksitas kepribadian individu dengan lingkungan yang
terabaikan.
2.
Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas
--- Penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup
konformitas terhadap suatu norma. Pengertian ini menyiratkan bahwa individu
seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri
dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial maupun emosional. Menurut
sudut pandang ini, individu selalu diarahkan kepada tuntutan konformitas dan
diri individu akan terancam tertolak jika perilaku individu tidak sesuai dengan
norma yang berlaku.
3.
Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan ---
Penyesuaian diri dipandang sebagai kemampuan untuk merencakan dan
mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan
dan frustasi tidak terjadi, dengan kata lain penyesuaian diri diartikan sebagai
kemampuan penguasaan dalam mengembangkan diri sehingga dorongan emosi dan
kebiasaan menjadi terkendali dan terarah.
Berdasarkan tiga
sudut pandang tentang penyesuaian diri yang disebut diatas, dapat disimpulkan
bahwa penyesuaian diri dapat diartikan sebagai suatu proses yang mencakup suatu
respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat
berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik
serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri
individu dengan tuntutan dari dunia luar atau lingkungan tempat individu berada
(Ali & Asrori, 2004).
Berdasarkan
uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah proses dinamik
dalam interaksi individu dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang
mencakup respon-respon mental dan perilaku untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan
internal, ketegangan, frustasi, konflik dan mencapai keselarasan antara
tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari luar diri individu.
b. pertumbuhan personal
jelaskan konsep
yang berkaitan denganpertumbuhan personal yang meliputi
1. Penekananpertumbuhandiri
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dariproses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal padaanak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikansebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaanjasmaniah)
yang herediter dalam bentuk proses aktif secaraberkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatifyang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957)bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya akan menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dariproses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal padaanak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikansebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaanjasmaniah)
yang herediter dalam bentuk proses aktif secaraberkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatifyang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957)bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya akan menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.
2. Variasi
dalam pertumbuhan
- Variasi dalam pertumbuhan
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.
- Variasi dalam pertumbuhan
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.
3. Kondisi
– kondisi untuk bertumbuh
- Kondisi-kondisi untuk bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Disamping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.
- Kondisi-kondisi untuk bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Disamping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.
TULISAN 2
Hubungan
interpersonal
a) Model –
model hubungan interpersonal
Ada 4 model
hubungan interpersonal yaitu meliputi :
A. Model
pertukaran sosial (social exchange model)
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).
B. Model peranan
(role model)
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
C. Model
permainan (games people play model)
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
• Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
• Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional)
• Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan).
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
• Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
• Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional)
• Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan).
Pada interaksi
individu menggunakan salah satu kepribadian tersebut sedang yang lain
membalasnya dengan menampilkan salah satu dari kepribadian tersebut. Sebagai
contoh seorang suami yang sakit dan ingin minta perhatian pada istri
(kepribadian anak), kemudian istri menyadari rasa sakit suami dan merawatnya
(kepribadian orang tua).
D. Model
Interaksional (interacsional model)
Model ini memandang hubungann interpersonal sebagai suatu sistem . Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.
Model ini memandang hubungann interpersonal sebagai suatu sistem . Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.
b) Memulai
hubungan
1. Pembentukan.
Tahap ini sering
disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal
menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”,
ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi
kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan
nilai pihak yang lain. Bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan
proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data
demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
Menurut Charles
R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh
kategori, yaitu:
a. informasi demografis
b. sikap dan pendapat (tentang orang atau objek).
c. rencana yang akan datang.
d. kepribadian.
e. perilaku pada masa lalu.
f. orang lain serta,
g. hobi dan minat.
2. Peneguhan
Hubungan.
Hubungan
interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara
dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu
untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara
keseimbangan ini, yaitu:
A. Keakraban (pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang antara komunikan dan
komunikator).
B. Kontrol (kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukan komunikasi dan
menentukan siapakah yang lebih dominan didalam komunikasi tersebut).
C. Respon yang tepat (feedback atau umpan balik yang akan terima jangan sampai
komunikator salah memberikan informasi sehingga komunikan tidak mampu
memberikan feedback yang tepat).
D. Nada emosional yang tepat (keserasian suasana emosi saat komunikasi sedang
berlangsung).
c) Intimasi
dan hubungan pribadi
Menurut
Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu
hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari
oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi
masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi
kegemaran dan aktivitas yang sama.
Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk
tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya
terhadap orang lain.
hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari
oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi
masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi
kegemaran dan aktivitas yang sama.
Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk
tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya
terhadap orang lain.
Intimasi
juga adalah
salah
satu atribut yang paling menonjol dalam suatu hubungan intim daripada
hubungan
pribadi yang lain. Keintiman (intimacy) sangat berkaitan dengan derajat
kecintaan,
kepercayaan, kepuasan, tanggung jawab dan pengertian pasangan
dalam
hubungan yang dekat (intim).
Keintiman
juga memberikan sumbangan besar dalam memenuhi
kebutuhan
individu dan keintiman itu pun memberikan efek positif pada kebaikan
pasangan
dalam suatu hubungan pertemanan (Prager & Buhrmester dalam
untuk
mejalin hubungan pribadi diperlukan adanya intimacy
Cinta
interpersonal membutuhkan tiga hal: Intimacy, Passion,
dan Commitment. Perasaan dekat dan nyaman muncul dari kualitas kebersamaan
yang bagus. Keberasamaan yang menciptakan Intimacy dan kenyamanan ini
adalah sebuah wujud awal dari cinta yang sering disebut sebagai persahabatan
atau pertemanan (Liking/Friendship).
Proses
pendekatan itu proses dimana kebersamaan yang menciptakan Intimacy dan
kenyamanan yang merupakan wujud awal cinta
Jika
Intimacy, Passion, dan Commitment terpenuhi, maka sebuah hubungan
akan menjadi sempurna karena dliliputi oleh cinta yang menyeluruh (Consummate
Love). Namun, keadaan yang penuh cinta yang menyeluruh ini bisa berlangsung
selamanya dan bisa juga tidak. Kenapa? Semua bergantung pada proses memelihara
tiga hal tersebut yang dipenuhi berbagai rasa, mulai dari sedih, gembira, puas,
kecewa, rindu bahkan bosan.
Ketika Intimacy yang
hilang, maka yang terjadi adalah cinta absurd (Fatuous Love).
Apa itu fatuos love /cinta absurd ?
Cinta absurd adalah cinta yang bersandar pada Passion dan Commitment.
seperti mempertahankan pernikahan atau berpacaran karena teman, orangtua, usia, dan motivasi dari luar lainnya.
Hanya saja, ada motivasi pada ketertarikan pribadi dan fisik, dan Comitment yang tidak bertujuan menjaga hubungan, tapi lebih bertujuan mengejar materi atau kekuasaan.
Cinta ini menjadi absurd karena hal yang paling awal tidak ada lagi.
Hilangnya Intimacy terjadi, juga karena respon yang tidak tepat terhadap rasa yang menyertai sebuah hubungan, seperti sedih, gembira, puas, kecewa, rindu bahkan bosan.
Apa itu fatuos love /cinta absurd ?
Cinta absurd adalah cinta yang bersandar pada Passion dan Commitment.
seperti mempertahankan pernikahan atau berpacaran karena teman, orangtua, usia, dan motivasi dari luar lainnya.
Hanya saja, ada motivasi pada ketertarikan pribadi dan fisik, dan Comitment yang tidak bertujuan menjaga hubungan, tapi lebih bertujuan mengejar materi atau kekuasaan.
Cinta ini menjadi absurd karena hal yang paling awal tidak ada lagi.
Hilangnya Intimacy terjadi, juga karena respon yang tidak tepat terhadap rasa yang menyertai sebuah hubungan, seperti sedih, gembira, puas, kecewa, rindu bahkan bosan.
d) Intimasi dan
pertumbuhan
Sullivan
(Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk
tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya
terhadap orang lain. Kemudian, Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu
hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari
oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi
masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi
kegemaran dan aktivitas yang sama.
Factor-factor yang menumbuhkan hubungan interpersonal uang baik berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan.factor kedua yang menumbuhkan sikap percaya pada diri orang lain.Kejujuran, factor ketiga yang menumbuhkan sikap percaya.sikap yang mengurangi sikap defensive dalam komunikasi.amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif.Teori-teori tentang efek komunikasi yang oleh para pakar komunikasi tahun 1970-an dinamakan pulahypodermic needle theory, teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Teori peluru yang dikemukakan Wilbur Schramm pada tahun 1950-an ini kemudian dicabut pada tahun 1970-an dan meminta kepada para pendukungnya yang menganggap teori ini tidak ada. Sebab khalayak yang menjadi sasaran media ini ternyata tidak pasif. Kemudian muncul teori model atau model efek terbatas, Hovland mengatakan bahwa pesan komunikan efectif dalam menyebarkan informasi, bukan dalam mengubah perilaku. Penelitian Cooper dan Jahoda pun menunjukan bahwa persepsi selektif dapat mengurangi efektifitas sebuah pesan.Contoh : seorang gadis berjalan lenggak-lenggok seperti pragawati dan banyak pria terpana padanya sampai-sampai tak berkedip, itu merupakan pola S – R. Proses ini merupakan bentuk pertukaran informasi yang dapat menimbulkan efek untuk mengubah tindakan komunikasi (communication act). Model S – R mengasumsikan bahwa perilaku individu karena kekuatan stimulus yang dating dari luar dirinya, bukan atas dasar motif dan sikap yang dimiliki.
tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya
terhadap orang lain. Kemudian, Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu
hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari
oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi
masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi
kegemaran dan aktivitas yang sama.
Factor-factor yang menumbuhkan hubungan interpersonal uang baik berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan.factor kedua yang menumbuhkan sikap percaya pada diri orang lain.Kejujuran, factor ketiga yang menumbuhkan sikap percaya.sikap yang mengurangi sikap defensive dalam komunikasi.amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif.Teori-teori tentang efek komunikasi yang oleh para pakar komunikasi tahun 1970-an dinamakan pulahypodermic needle theory, teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Teori peluru yang dikemukakan Wilbur Schramm pada tahun 1950-an ini kemudian dicabut pada tahun 1970-an dan meminta kepada para pendukungnya yang menganggap teori ini tidak ada. Sebab khalayak yang menjadi sasaran media ini ternyata tidak pasif. Kemudian muncul teori model atau model efek terbatas, Hovland mengatakan bahwa pesan komunikan efectif dalam menyebarkan informasi, bukan dalam mengubah perilaku. Penelitian Cooper dan Jahoda pun menunjukan bahwa persepsi selektif dapat mengurangi efektifitas sebuah pesan.Contoh : seorang gadis berjalan lenggak-lenggok seperti pragawati dan banyak pria terpana padanya sampai-sampai tak berkedip, itu merupakan pola S – R. Proses ini merupakan bentuk pertukaran informasi yang dapat menimbulkan efek untuk mengubah tindakan komunikasi (communication act). Model S – R mengasumsikan bahwa perilaku individu karena kekuatan stimulus yang dating dari luar dirinya, bukan atas dasar motif dan sikap yang dimiliki.
Aronson
,Elliot .(2005).social psychology .upper saddle river :person prentice
hall
TULISAN 3
CINTA DAN PERKAWINAN
a) Bagaimana
memilih pasangan
Tentu semua orang ingin menikah satu
kali selama hidupnya, agar keinginan ini terwujud perlulah seseorang itu
memilah milih pasangan,agar suatu saat jika ada masalah yang bisa mengakibatkan
perceraian atau perpisahan bisa dihindari. Mau lihat tips memilih pasangan
hidup? Simak beberapa pemaparan kami :
1. Rajin Beribadah
Ini hal yang penting bagi masa depan
keluarga anda. Carilah calon suami maupun istri yang taat beribadah. Mengapa?
Karena selain bisa menjaga hubungan yang selalu baik karena cinta dilandaskan
kepada tuhan. Anak, akan terbimbing dengan baik. Baik ibu dan bapak sama-sama
memiliki peran dalam pengajaran agama yang baik dikeluarga. Agar anak ini akan
menjadi generasi yang tentuny bisa membanggakan kedua orang tuanya kelak. Jadi
ini salah satu yang harus diperhatikan.
2. Tidak Matrealis
Sebenarnya Matre itu wajar, karena
memang hidup dijaman sekarang yang apa-apa susah didapat menjadi kriteria yang
penting. Terutama bagi seorang wanita. Mengapa ? bagaimana bisa seorang istri
tampil cantik, bila suaminya tidak pernah membelikan istrinya sebuah alat rias.
Dan ia pasti akan berfikir untuk masa depan anaknya nanti, jika sang calon
suami tidak memiliki penghasilan. Bagaimana ia bisa merawat anak dengan baik.
Tapi, tentu saja matre yang kami definisikan tadi adalah yang positif. Bukan
Matre yang memfoya-foyakan uang dengan hal tidak berguna. Jika pasangan anda
suka memfoya-foyakan uang dan sedikit-sedikit minta uang, anda bisa mundur
untuk tidak memilihnya sebagai pasangan hidup.
3.Sehat Jasmani maupun Rohani
Pilihlah yang dari segi fisik dan
mental / jasmani dan rohani yang sehat walafiat. Pilih yang sehat, cerah,
gesit, kuat, dan tidak mudah sakit. Dari segi kesuburan pun juga penting jika
anda ingin punya keturunan. Jika belum yakin maka sebaiknya anda melakukan
pemeriksaan kesehatan berdua saat pranikah. Perhatikan pula keluarganya apakah
ada yang punya riwayat penyakit yang dapat menurun dan bisa berakibat fatal.
Terkadang suatu penyakit dapat diturunkan ke anak dan atau cucu.
4. Saling Jujur / Tidak Suka
Bohong, Cinta Dan Setia
Mana ada orang yang suka dibohongi.
Pilihlah pasangan yang dapat dipegang kata-katanya dan hanya akan berbohong
untuk kepentingan keluarga yang positif. Jika suka bohong anda akan dibuat
pusing sama pasangan anda kelak. Pasangan yang setia pada anda akan selalu
mencintai anda dan akan selalu berada di samping anda ke mana pun anda pergi
dan dalam kondisi apa pun.
Kehidupan rumah tangga yang harmonis
tentu menjadi idaman banyak pasangan. Tapi tentu saja tidak ada yang sempurna
dalam suatu hubungan. Tingal anda saja memilih sikap. Agar anda tidak
memunculkan pertengkaran yang berakhir dengan perceraian
5. Pasangan Yang Selalu Mensuport anda
Cari pasangan yang sealu membantu anda
dalam mengukuhkan imej diri anda dan mendukung semangat dan menyakinkan diri
anda, sebab. Itulah gunanya pasangan hidup baik itu suami maupun istri. Tanpa
adanya saling suport. Hubungan suami dan istri pasti akan renggang dan bisa
saja perceraian terjadi. Karena merasa saling tidak cocok.
b) Seluk
beluk hubungan dalam perkawinan
Inilah puncak dari segalanya,
setelah melewati masa pacaran dengan baik. Dengan saling mengikarkan
janji suci untuk sehidup semati baik dalam sehat maupun dalam sakit, dalam
keadaan kaya atau miskin dan hanya maut yang bisa memisahkan mereka. Sehingga
ikrar suci pernikahan itu, mereka bukan lagi dua tetapi telah menjadi
satu. Tahap ini memulainya sebuah babak baru, relasi yang ditandai dengan
munculnya komitmen tanpa syarat untuk saling mencintai dan memiliki.
Kalau tahap perkenalan merupakan
sebuah pintu gerbang menuju ke tingkat pacaran, maka tahap pernikahan merupakan
puncak dari tingkat hubungan paling akrab dan mulia yang dilakukan.
c) Penyesuaian
dan pertumbuhan dalam perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat
pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk
kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari
ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam
hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam
sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam
perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan
serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah
perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan
kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat
menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit
mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian
diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan
perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti
kita belum melakukan penyesuaian.
Banyak yang bilang pertengkaran adalah
bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak
semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi
dan berpotensi merusak hubungan.
d) Perceraian
dan pernikahan kembali
Pernikahan bukanlah akhir kisah indah
bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya, pernikahan justru banyak
menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan
yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari
semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin
mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya
dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama
menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.
Apa yang akan mempengaruhi peluang
untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda
pun bisa memiliki kesempatan kurang dari menikah lagi jika dia memiliki
beberapa anak. Ada banyak faktor seperti faktor pendidikan, pendapatan dan
sosial.
Sebagai manusia, kita memang mempunyai
daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi,
semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan
kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi
pasangan karena kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan,
semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia.
Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau
sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal
yang sama, yang terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi dalam pernikahan adalah
menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan
dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama.
Jika ingin sukses dalam pernikahan
baru, perlu menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan
masa lalu mengecilkan hati. Menikah
Kembali setelah perceraian bisa
menjadi pengalaman menarik. tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan
yang lebih baik.
e) Single
life
Ada banyak alasan untuk tetap
melajang. Perkembangan jaman, perubahan gaya hidup, kesibukan pekerjaan yang
menyita waktu, belum bertemu dengan pujaan hati yang cocok, biaya hidup yang
tinggi, perceraian yang kian marak, dan berbagai alasan lainnya membuat seorang
memilih untuk tetap hidup melajang. Batasan usia untuk menikah kini
semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan meniti karir juga ikut
berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan
untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah
sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang.
Persepsi masyarakat terhadap orang
yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman, juga berubah. Seringkali kita
melihat seorang yang masih hidup melajang, mempunyai wajah dan penampilan di
atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria maupun wanita, mereka pun pandai
bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup menjanjikan, tingkat pendidikan
yang baik.
Alasan yang paling sering dikemukakan
oleh seorang single adalah tidak ingin kebebasannya dikekang. Apalagi
jika mereka telah sekian lama menikmati kebebasan bagaikan burung yang terbang
bebas di angkasa. Jika hendak pergi, tidak perlu meminta ijin dan menganggap
pernikahan akan membelenggu kebebasan. Belum lagi jika mendapatkan pasangan
yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak perusahaan lebih memilih
karyawan yang masih berstatus lajang untuk mengisi posisi tertentu.
Pertimbangannya, para pelajang lebih dapat berkonsentrasi terhadap pekerjaan.
Hal ini juga menjadi alasan seorang tetap hidup melajang.
Banyak pria menempatkan pernikahan
pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih mendapat prioritas utama. Dengan
hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus pada pekerjaan,
sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh. Biasanya, pelajang
lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota dalam jangka waktu
yang lama, dibandingkan karyawan yang telah menikah.
Kemapanan dan kondisi ekonomi pun
menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa kurang percaya diri jika
belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi. Sementara, perempuan lajang merasa
senang jika sebelum menikah bisa hidup mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka
bangga memiliki sesuatu yang dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain
itu, ada kepuasaan tersendiri.
Banyak yang mengatakan seorang masih
melajang karena terlalu banyak memilih atau ingin mendapat pasangan yang
sempurna sehingga sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan adalah untuk seumur
hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan masa hidup kita dengan seorang yang
tidak kita cintai. Lebih baik terlambat menikah daripada menikah akhirnya
berakhir dengan perceraian.
Lajang pun lebih mempunyai waktu untuk
dirinya sendiri, berpenampilan lebih baik, dan dapat melakukan kegiatan hobi
tanpa ada keberatan dari pasangan. Mereka bebas untuk melakukan acara berwisata
ke tempat yang disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang biasanya terlihat lebih muda
dari usia sebenarnya jika dibandingkan dengan teman-teman yang berusia sama
dengannya, tetapi telah menikah.
Ketika diundang ke pernikahan kerabat,
pelajang biasanya menghindarinya. Kalaupun datang, mereka berusaha untuk
berkumpul dengan para sepupu yang masih melajang dan sesama pelajang. Hal ini
untuk menghindari pertanyaan singkat dan sederhana dari kerabat yang seusia
dengan orangtua mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul? Sudah ada calon? Pertanyaan
tersebut, sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk dijawab oleh pelajang.
Seringkali, pelajang juga menjadi
sasaran keluarga untuk dicarikan jodoh, terutama bila saudara sepupu yang
seumuran telah menikah atau adik sudah mempunyai pacar. Sementara orangtua
menginginkan agar adik tidak melangkahi kakak, agar kakak tidak berat jodoh.
Tidak dapat dipungkuri, sebenarnya
lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah, memiliki pasangan untuk berbagi
dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang seumuran yang telah memiliki
sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka belum menemukan
pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah alasan mereka untuk tetap
menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang adalah sebuah sebuah pilihan
dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya. Pelajang akan
mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah menemukan seorang yang
telah cocok di hati.
Kehidupan melajang bukanlah sebuah hal
yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan
pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam
suka dan duka serta menghabiskan waktu bersama di hari tua.
Arus modernisasi dan gender membuat
para perempuan Indonesia dapat menempati posisi yang setara bahkan melebihi
pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang mempunyai penghasilan lebih besar
dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan melajang, terutama kota-kota besar,
mendorong perempuan Indonesia untuk hidup sendiri.
http://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan
http://id.wikipedia.org/wiki/Cinta
Adhim, Mohammad Fauzil
(2002) Indahnya Perkawinan Dini Jakarta: Gema Insani Press (GIP)