Kamis, 27 Juni 2013

Rangkuman Tugas Kesehatan Mental

RANGKUMAN TUGAS
PERTEMUAN 1
TULISAN 1

1. KONSEP SEHAT


Istilah sehat dalam kehidupan sehari-hari sering dipakai untuk menyatakan bahwa sesuatu dapat bekerja secara normal. Kebanyakan orang mengatakan sehat jika badannya merasa segar dan nyaman. Bahkan seorang dokterpun akan menyatakan pasiennya sehat manakala menurut hasil pemeriksaan yang dilakukannya mendapatkan seluruh tubuh pasien berfungsi secara normal. Namun demikian, pengertian sehat yang sebenarnya tidaklah demikian. Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 tahun 1960, Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan (jasmani), rohani (mental), dan sosial, serta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Pengertian sehat tersebut sejalan dengan pengertian sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1975 sebagai berikut: Sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental, dan sosial.
Batasan kesehatan tersebut di atas sekarang telah diperbaharui bila batasan kesehatan yang terdahulu itu hanya mencakup tiga dimensi atau aspek, yakni: fisik, mental, dan sosial, maka dalam Undang- Undang N0. 23 Tahun 1992, kesehatan mencakup 4 aspek, yakni: fisik (badan), mental (jiwa), sosial, dan ekonomi. Batasan kesehatan tersebut diilhami oleh batasan kesehatan menurut WHO yang paling baru. Pengertian kesehatan saat ini memang lebih luas dan dinamis, dibandingkan dengan batasan sebelumnya. Hal ini berarti bahwa kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi.
Bagi yang belum memasuki dunia kerjaanak dan remaja, atau bagi yang sudah tidak bekerja (pensiun) atau usia lanjut, berlaku arti produktif secara sosial. Misalnya produktif secara sosial-ekonomi bagi siswa sekolah atau mahasiswa adalah mencapai prestasi yang baik, sedang produktif secara sosial-ekonomi bagi usia lanjut atau para pensiunan adalah mempunyai kegiatan sosial dan keagamaan yang bermanfat, bukan saja bagi dirinya, tetapi juga bagi orang lain atau masyarakat.
Keempat dimensi kesehatan tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatanseseorang, kelompok atau masyarakat.
Itulah sebabnya, maka kesehatan bersifat menyeluruh mengandung keempat aspek. Perwujudan dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan seseorang antara lain sebagai berikut:
1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.
• Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
• Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
• Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam). Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.
Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.
3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial,ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagikehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut. Dari Buku Sekolah

2. SEJARAH PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL

Zaman Prasejarah
Manusia purba sering mengalami gangguan mental atau fisik, seperti infeksi, artritis, dll.
Zaman peradaban awal
1.                  Phytagoras (orang yang pertama memberi penjelasan alamiah terhadap penyakit mental)
2.                  Hypocrates (Ia berpendapat penyakit / gangguan otak adalah penyebab penyakit mental)
3.                  Plato (gangguan mental sebagian gangguan moral, gangguan fisik dan sebagiaan lagi dari dewa dewa)
Zaman Renaissesus
Pada zaman ini di beberapa negara Eropa, para tokoh keagamaan, ilmu kedokteran dan filsafat mulai menyangkal anggapan bahwa pasien sakit mental tenggelam dalam dunia tahayul.
Era Pra Ilmiah
      1. Kepercayaan Animisme
Sejak zaman dulu gangguan mental telah muncul dalam konsep primitif, yaitu kepercayaan terhadap faham animisme bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang Yunani kuno percaya bahwa orang mengalami gangguan mental, karena dewa marah kepadanya dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dan kurban.
      2. Kepercayaan Naturalisme
Suatu aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental dan fisik itu akibat dari alam. Hipocrates (460-367) menolak pengaruh roh, dewa, setan atau hantu sebagai penyebab sakit. Dia mengatakan, Jika anda memotong batok kepala, maka anda akan menemukan otak yang basah, dan mencium bau amis. Tapi anda tidak akan melihat roh, dewa, atau hantu yang melukai badan anda.
Seorang dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat polotik dan sosial yang baru untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia terpilih menjadi kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris. Di rumah sakit ini, pasiennya dirantai, diikat ketembok dan tempat tidur. Para pasien yang telah di rantai selama 20 tahun atau lebih, dan mereka dianggap sangat berbahaya dibawa jalan-jalan di sekitar rumah sakit. Akhirnya, diantara mereka banyak yang berhasil, mereka tidak lagi menunjukkan kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya.
Era Modern
Perubahan luar biasa dalam sikap dan cara pengobatan gangguan mental terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika pada tahun 1783. Ketika itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit Pensylvania. Di rumah sakit ini ada 24 pasien yang dianggap sebagai lunatics (orang gila atau sakit ingatan). Pada waktu itu sedikit sekali pengetahuan tentang penyebab dan cara menyembuhkan penyakit tersebut. Akibatnya pasien-pasien dikurung dalam ruang tertutup, dan mereka sekali-kali diguyur dengan air.
Rush melakukan suatu usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang menderita gangguan mental tersebut melalui penulisan artikel-artikel. Secara berkesinambungan, Rush mengadakan pengobatan kepada pasien dengan memberikan dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan.
Pada tahun 1909, gerakan mental Hygiene secara formal mulai muncul. Perkembangan gerakan mental hygiene ini tidak lepas dari jasa Clifford Whitting Beers (1876-1943) bahkan karena jasanya itu ia dinobatkan sebagai The Founder of the Mental Hygiene Movement. Dia terkenal karena pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental dengan cara yang sangat manusiawi.
Secara hukum, gerakan mental hygiene ini mendapat pengakuan pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika presiden Amerika Serikat menandatangani The National Mental Health Act., yang berisi program jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat.
Bebarap tujuan yang terkandung dalam dokumen tersebut meliputi
1.                  Meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat Amerika Serikat, melalui penelitian, investigasi, eksperimen, penayangan kasus-kasus, diagnosis, dan pengobatan.
2.                  Membantu lembaga-lembaga pemerintah dan swasta yang melakukan kegiatan penelitian dan meningkatkan koordinasi antara para peneliti dalam melakukan kegiatan dan mengaplikasikan hasil-hasil penelitiannya.
3.                  Memberikan latihan terhadap para personel tentang kesehatan mental.
4.                  Mengembangkan dan membantu negara dalam menerapkan berbagai metode pencegahan, diagnosis, dan pengobatan terhadap para pengidap gangguan mental.
Pada tahun 1950, organisasi mental hygiene terus bertambah, yaitu dengan berdirinya National Association for Mental Health. Gerakan mental hygiene ini terus berkembang sehingga pada tahun 1975 di Amerika terdapat lebih dari seribu perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui The World Federation forMental Health dan The World Health Organization.

3. PENDEKATAN KESEHATAN MENTAL

Orientasi Klasik
Orientasi klasik yang umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan sehat sebagai kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat adalah orang yang tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental.

Orientasi Penyesuaian Diri
Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan bagaimana kita menilainya? Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang itu tidak dapat dinilai sebagai sehat mental dan tidak sehat mental sekaligus.
Dengan contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas dan universal yang membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental. Oleh karenanya kita tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’ pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia adalah makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang dalam lingkungannya.

Orientasi Pengembangan Potensi
Seseorang dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat  kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau menyembuhkan penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa kesehatan mental hanya
sekedar usaha untuk mencapai kebahagiaan masyarakat, karena kebahagiaan masyarakat itu tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan kemampuan individu secara otomatis, kecuali jika kita masukkan dalam pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh aspek individu, dengan sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan sosial.

Syamsu Yusuf. 2009. Mental Hygiene. Bandung : Maestro
http://idb4.wikispaces.com/file/view/uf4018.2.pdf

TULISAN 2

TEORI KEPRIBADIAN SEHAT

1. ALIRAN PSIKOANALISA
Salah satunya tokoh psikoanalisis adalah Sigmund Freud (1856 – 1939). Nama asli Freud adalah Sigismund Scholomo. Namun sejak menjadi mahasiswa Freud tidak mau menggunakan nama itu karena kata Sigismund adalah bentukan kata Sigmund. Freud lahir pada 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia. Saat itu Moravia merupakan bagian dari kekaisaran Austria-Hongaria (sekarang Cekoslowakia). Pada usia empat tahun Freud dibawa hijrah ke Wina, Austria (Berry, 2001:3). Kedatangan Freud berbarengan dengan ramainya teori The Origin of Species karya Charles Darwin (Hall, 2000:1).

Psikoanalisis bermula dari keraguan Freud terhadap kedokteran. Pada saat itu kedokteran dipercaya bisa menyembuhkan semua penyakit, termasuk histeria yang sangat menggejala di Wina (Freud, terj.,1991:4). Pengaruh Jean-Martin Charcot, neurolog Prancis, yang menunjukkan adanya faktor psikis yang menyebabkan histeria mendukung pula keraguan Freud pada kedokteran (Berry, 2001:15). Sejak itu Freud dan doktor Josef Breuer menyelidiki penyebab histeria. Pasien yang menjadi subjek penyelidikannya adalah Anna O. Selama penyelidikan, Freud melihat ketidakruntutan keterangan yang disampaikan oleh Anna O. Seperti ada yang terbelah dari kepribadian Anna O. Penyelidikan-penyelidikan itu yang membawa Freud pada kesimpulan struktur psikis manusia: id, ego, superego dan ketidaksadaran, prasadar, dan kesadaran.

Freud menjadikan prinsip ini untuk menjelaskan segala yang terjadi pada manusia, antara lain mimpi. Menurut Freud, mimpi adalah bentuk penyaluran dorongan yang tidak disadari. Dalam keadaan sadar orang sering merepresi keinginan-keinginannya. Karena tidak bisa tersalurkan pada keadaan sadar, maka keinginan itu mengaktualisasikan diri pada saat tidur, ketika kontrol ego lemah.

Dalam pandangan Freud, semua perilaku manusia baik yang nampak (gerakan otot) maupun yang tersembunyi (pikiran) adalah disebabkan oleh peristiwa mental sebelumnya. Terdapat peristiwa mental yang kita sadari dan tidak kita sadari namun bisa kita akses(preconscious) dan ada yang sulit kita bawa ke alam tidak sadar (unconscious). Di alam tidak sadar inilah tinggal dua struktur mental yang ibarat gunung es dari kepribadian kita, yaitu:
a.    Id, adalah berisi energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata.
b.    Superego, adalah berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari lingkungannya.
c.    Ego, adalah pengawas realitas.
Sebagai contoh adalah berikut ini: Anda adalah seorang bendahara yang diserahi mengelola uang sebesar 1 miliar Rupiah tunai. Id mengatakan pada Anda: “Pakai saja uang itu sebagian, toh tak ada yang tahu!”. Sedangkan ego berkata:”Cek dulu, jangan-jangan nanti ada yang tahu!”. Sementara superego menegur:”Jangan lakukan!”.

Pada masa kanak-kanak kira dikendalikan sepenuhnya oleh id, dan pada tahap ini oleh Freud disebut sebagai primary process thinking. Anak-anak akan mencari pengganti jika tidak menemukan yang dapat memuaskan kebutuhannya (bayi akan mengisap jempolnya jika tidak mendapat dot misalnya).

Sedangkan ego akan lebih berkembang pada masa kanak-kanak yang lebih tua dan pada orang dewasa. Di sini disebut sebagai tahap secondary process thinking. Manusia sudah dapat menangguhkan pemuasan keinginannya (sikap untuk memilih tidak jajan demi ingin menabung misalnya). Walau begitu kadangkala pada orang dewasa muncul sikap seperti primary process thnking, yaitu mencari pengganti pemuas keinginan (menendang tong sampah karena merasa jengkel akibat dimarahi bos di kantor misalnya).

Proses pertama adalah apa yang dinamakan EQ (emotional quotient), sedangkan proses kedua adalah IQ (intelligence quotient) dan proses ketiga adalah SQ (spiritual quotient)
2. ALIRAN BEHAVIORISTIK
Aliran ini sering dikatkan sebagai aliran ilmu jiwa namun tidak peduli pada jiwa. Pada akhir abad ke-19, Ivan Petrovic Pavlov memulai eksperimen psikologi yang mencapai puncaknya pada tahun 1940 – 1950-an. Di sini psikologi didefinisikan sebagai sains dan sementara sains hanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat dilihat dan diamati saja. Sedangkan ‘jiwa’ tidak bisa diamati, maka tidak digolongkan ke dalam psikologi.

Aliran ini memandang manusia sebagai mesin (homo mechanicus) yang dapat dikendalikan perilakunya melalui suatu pelaziman (conditioning). Sikap yang diinginkan dilatih terus-menerus sehingga menimbulkan maladaptive behaviour atau perilaku menyimpang. Salah satu contoh adalah ketika Pavlov melakukan eksperimen terhadap seekor anjing. Di depan anjing eksperimennya yang lapar, Pavlov menyalakan lampu. Anjing tersebut tidak mengeluarkan air liurnya. Kemudian sepotong daging ditaruh dihadapannya dan anjing tersebut terbit air liurnya. Selanjutnya begitu terus setiap kali lampu dinyalakan maka daging disajikan. Begitu hingga beberapa kali percobaan, sehingga setiap kali lampu dinyalakan maka anjing tersebut terbit air liurnya meski daging tidak disajikan. Dalam hal ini air liur anjing menjadi conditioned response dan cahaya lampu menjadi conditioned stimulus.

Percobaan yang hampir sama dilakukan terhadap seorang anak berumur 11 bulan dengan seekor tikus putih. Setiap kali si anak akan memegang tikus putih maka dipukullah sebatang besi dengan sangat keras sehingga membuat si anak kaget. Begitu percobaan ini diulang terus menerus sehingga pada taraf tertentu maka si anak akan menangis begitu hanya melihat tikus putih tersebut. Bahkan setelah itu dia menjadi takut dengan segala sesuatu yang berbulu: kelinci, anjing, baju berbulu dan topeng Sinterklas.

Ini yang dinamakan pelaziman dan untuk mengobatinya kita bisa melakukan apa yang disebut sebagai kontrapelaziman (counterconditioning).


3. ALIRAN HUMANISTIK
Aliran ini muncul akibat reaksi atas aliran behaviourisme dan psikoanalisis. Kedua aliran ini dianggap merendahkan manusia menjadi sekelas mesin atau makhluk yang rendah. Aliran ini biasa disebut mazhab ketiga setelah Psikoanalisa dan Behaviorisme.

Salah satu tokoh dari aliran ini – Abraham Maslow – mengkritik Freud dengan mengatakan bahwa Freud hanya meneliti mengapa setengah jiwa itu sakit, bukannya meneliti mengapa setengah jiwa yang lainnya bisa tetap sehat.

Salah satu bagian dari humanistic adalah logoterapi. Adalah Viktor Frankl yang mengembangkan teknik psikoterapi yang disebut sebagai logotherapy (logos = makna). Pandangan ini berprinsip:
a. Hidup memiliki makna, bahkan dalam situasi yang paling menyedihkan sekalipun.
b. Tujuan hidup kita yang utama adalah mencari makna dari kehidupan kita itu sendiri.
c. Kita memiliki kebebasan untuk memaknai apa yang kita lakukan dan apa yang kita alami bahkan dalam menghadapi kesengsaraan sekalipun.

Frankl mengembangkan teknik ini berdasarkan pengalamannya lolos dari kamp konsentrasi Nazi pada masa Perang Dunia II, di mana dia mengalami dan menyaksikan penyiksaan-penyiksaan di kamp tersebut. Dia menyaksikan dua hal yang berbeda, yaitu para tahanan yang putus asa dan para tahanan yang memiliki kesabaran luar biasa serta daya hidup yang perkasa. Frankl menyebut hal ini sebagai kebebasan seseorang memberi makna pada hidupnya.

Logoterapi ini sangat erat kaitannya dengan SQ, yang bisa kita kelompokkan berdasarkan situasi-situasi berikut ini:
a. Ketika seseorang menemukan dirinya (self-discovery). Sa’di (seorang penyair besar dari Iran) menggerutu karena kehilangan sepasang sepatunya di sebuah masjid di Damaskus. Namun di tengah kejengkelannya itu ia melihat bahwa ada seorang penceramah yang berbicara dengan senyum gembira. Kemudian tampaklah olehnya bahwa penceramah tersebut tidak memiliki sepasang kaki. Maka tiba-tiba ia disadarkan, bahwa mengapa ia sedih kehilangan sepatunya sementara ada orang yang masih bisa tersenyum walau kehilangan kedua kakinya.
b. Makna muncul ketika seseorang menentukan pilihan. Hidup menjadi tanpa makna ketika seseorang tak dapat memilih. Sebagai contoh: seseorang yang mendapatkan tawaran kerja bagus, dengan gaji besar dan kedudukan tinggi, namun ia harus pindah dari Yogyakarta menuju Singapura. Di satu sisi ia mendapatkan kelimpahan materi namun di sisi lainnya ia kehilangan waktu untuk berkumpul dengan anak-anak dan istrinya. Dia menginginkan pekerjaan itu namun sekaligus punya waktu untuk keluarganya. Hingga akhirnya dia putuskan untuk mundur dari pekerjaan itu dan memilih memiliki waktu luang bersama keluarganya. Pada saat itulah ia merasakan kembali makna hidupnya.
c. Ketika seseorang merasa istimewa, unik dan tak tergantikan. Misalnya: seorang rakyat jelata tiba-tiba dikunjungi oleh presiden langsung di rumahnya. Ia merasakan suatu makna yang luar biasa dalam kehidupannya dan tak akan tergantikan oleh apapun. Demikian juga ketika kita menemukan seseorang yang mampu mendengarkan kita dengan penuh perhatian, dengan begitu hidup kita menjadi bermakna.
d. Ketika kita dihadapkan pada sikap bertanggung jawab. Seperti contoh di atas, seorang bendahara yang diserahi pengelolaan uang tunai dalam jumlah sangat besar dan berhasil menolak keinginannya sendiri untuk memakai sebagian uang itu untuk memuaskan keinginannya semata. Pada saat itu si bendahara mengalami makna yang luar biasa dalam hidupnya.
e. Ketika kita mengalami situasi transendensi (pengalaman yang membawa kita ke luar dunia fisik, ke luar suka dan duka kita, ke luar dari diri kita sekarang). Transendensi adalah pengalaman spiritual yang memberi makna pada kehidupan kita.






Daftar pustaka:
Jalaluddin Rakhmat dalam Danah Zohar, SQ – Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Hidup, Mizan, Jakarta, 2000.

Noesjirwan, joesoef. 2000. Konsep Manusia Menurut Psikologi Transpersonal (dalam Metodologi Psikologi Islami). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Purwanto, Setyo. 2004. Tafakur Sebagai Sarana Transendensi. (materi kuliah PI) tidak diterbitkan

Misiak, Henryk and Virginia Staudt Sexton, Ph.D. 1988 .Psikologi Fenomenologi Eksistensial dan Humanistik : Suatu Survai Historis. Bandung : PT Eresco

Purwanto, Setyo.2004. Hank Out PI : Metode-metode Perumusan Psikologi islami.(Materi Kuliah) tidak diterbitkan

http://jebhy.blogspot.com/2008/11/psikologi-lintas-budaya.html













TULISAN 3

1. PENYESUAIAN DIRI

Pengertian Penyesuaian Diri - Sebelum penulis memaparkan tentang penyesuaian sosial, terlebih dahulu akan disajikan pengertian mengenai penyesuaian diri, sebagai landasan dalam membahas penyesuaian sosial. Dalam istilah psikologi, penyesuaian disebut dengan istilah adjusment. Adjustment merupakan suatu hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial (Chaplin, 2000: 11). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya.



Lebih jelas Schneiders (1964: 51) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai berikut:

“A process, involving both mental and behavioral responses, by which an individual strives to cope successfully with inner, needs, tensions, frustration, and conflicts, and to effect a degree of harmony between these inner demands and those imposed on him by objective world in which thelives”.

Penyesuaian diri merupakan proses yang meliputi respon mental dan perilaku yang merupakan usaha individu untuk mengatasi dan menguasai kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, frustasi, dan konflik-konflik agar terdapat keselarasan antara tuntutan dari dalam dirinya dengan tuntutan atau harapan dari lingkungan di tempat ia tinggal.


Berdasarkan beberapa definisi yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih  sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. 
Scheneiders (1964: 51) mengemukakan beberapa kriteria penyesuaian yang tergolong baik (well adjusment) ditandai dengan: 
1.   pengetahuan dan tilikan terhadap diri sendiri,
2.   obyektivitas diri dan penerimaan diri, 
3.   pengendalian diri dan perkembangan diri, 
4.   keutuhan pribadi, 
5.   tujuan dan arah yang jelas, 
6.   perspektif, skala nilai dan filsafat hidup memadai, 
7.   rasa humor, 
8.   rasa tanggung jawab, 
9.   kematangan respon, 
10.perkembangan kebiasaan yang baik, 
11.adaptabilitas, 
12.bebas dari respon-respon yang simptomatis (gejala gangguan mental), 
13.kecakapan bekerja sama dan menaruh minat kepada orang lain, 
14.memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain, 
15.kepuasan dalam bekerja dan bermain, dan 
16.orientasi yang menandai terhadap realitas.

Schneiders (1964: 51) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik (well adjustment person) adalah mereka dengan segala keterbatasannya, kemampuannya serta kepribadiannya telah belajar untuk bereaksi terhadap diri sendiri dan lingkungannya dengan cara efisien, matang, bermanfaat, dan memuaskan. Efisien artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut dapat memberikan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan tanpa banyak mengeluarkan energi, tidak membuang waktu banyak, dan sedikit melakukan kesalahan. Matang artinya bahwa individu tersebut dapat memulai dengan melihat dan menilai situasi dengan kritis sebelum bereaksi. Bermanfaat artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut bertujuan untuk kemanusiaan, berguna dalam lingkungan sosial, dan yang berhubungan dengan Tuhan. Selanjutnya, memuaskan artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut dapat menimbulkan perasaan puas pada dirinya dan membawa dampak yang baik pada dirinya dalam bereaksi selanjutnya. Mereka juga dapat menyelesaikan konflik-konflik mental, frustasi dan kesulitan-kesulitan dalam diri maupun kesulitan yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya serta tidak menunjukkan perilaku yang memperlihatkan gejala menyimpang.

Selain itu, Schneiders (1964: 52) mengemukakan penyesuaian diri bersifat relatif, hal tersebut dikarenakan beberapa hal berikut: 
·       Penyesuaian diri merupakan kemampuan individu untuk mengubah atau memenuhi banyaknya tuntutan yang ada pada dirinya. Kemampuan ini dapat berbeda-beda pada masing-masing individu sesuai dengan kepribadian dan tahap perkembangannya.
·       Kualitas penyesuaian diri yang dapat berubah-ubah sesuai dengan situasi masyarakat dan kebudayaan tempat penyesuaian diri dilakukan. 
·       Adanya perbedaan dari masing-masing individu karena pada dasarnya setiap individu memiliki saat-saat yang baik dan buruk dalam melakukan penyesuaian diri, tidak terkecuali bagi individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik (well adjustment) karena terkadang ia pun dapat mengalami situasi yang tidak dapat dihadapi atau diselesaikannya.

2.  Variasi Penyesuaian Diri

Schneiders (1964: 429) mengungkapkan setiap individu memiliki pola penyesuaian yang khas terhadap setiap situasi dan kondisi serta lingkungan yang dihadapinya. Bagaimana individu menyesuaikan diri di lingkungan rumah dan keluarganya, di sekolahnya, bagaimana individu dapat menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, serta cara menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial menentukan adanya variasi penyesuaian diri (Varietas of Adjustment), artinya adanya klasifikasi penyesuaian diri yang berdasarkan pada masalah dan situasi yang dihadapi dan berkaitan dengan tuntutan lingkungan. Empat variasi penyesuaian diri yang lebih penting dan krusial dalam kehidupan seorang manusia yaitu: 

·       Penyesuaian dengan dirinya sendiri (Personal Adjustment)
·       Penyesuaian sosial (Social Adjustment) 
·       Penyesuaian diri dengan pernikahan (Marital Adjustment) 
·       Penyesuaian diri dengan pekerjaan (Vocational Adjustment).

2. PERTUMBUHAN PERSONAL
Manusia  merupakan makhluk individu. Manusia disebut sebagai individu apabila tingkah lakunya spesifik atau menggambarkan dirinya sendiri dan bukan bertingkah laku secara umum atau seperti orang lain. Jadi individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas dalam lingkup sosial tetapi mempunyai kekhasan tersendiri yang spesifik terhadap dirinya didalam lingkup sosial tersebut. Kepribadian suatu individu tidak sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang panjang.

Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal tersebut membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadiannya tersebut dan keluarga adalah faktor utama yang akan sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih sering bersama dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan personal individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat atau sosialpun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.

Setiap individu memiliki naluri yang secara tidak langsung individu dapat memperhatikan hal-hal yang berada disekitarnya apakah  hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam  masyarakat yang memiliki suatu  norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang tidak disiplin yang dalam menerapkan aturan-aturannya maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang tidak disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang cuek maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang cuek.



Daftar Pustaka :

Chaplin,J.P. (a.b. Kartini Kartono). (2001).  Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.  

Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Rinehart & Winston.
Basuki,Heru.(2008).Psikologi Umum.Jakarta:Universitas Gunadarma












Pertemuan 2

TEORI KEPRIBADIAN SEHAT

Gordon W. Allport
Allport mengakui bahwa masa kanak-kanak mempunyai andil dalam mewujudkan pribadi yang sehat, hanya saja hubungan itu tidakbersifat fungsional yang berkesinambungan. Menurut Allport peranan orang tua (ibu) mempengaruhi perkembangan proprium anak. Jika seorang anak mendapat kasih sayang yang cukup, perasaan aman, akan menumbuhkan identitas diri dan diri akan meluas. Demikian pula jika seorang anak yang dibesarkan dalam kondisi tidak aman, agresif, penuh tuntutan, egosentris, pertumbuhan psikologisnya berkurang. Sebagai seorang dewasa, orang itu akan dikontrol oleh dorongan masa kanak – kanak dan oleh keinginan dan konflik dan mungkin mengembangakan suatu bentuk sakit jiwa.

Kepribadian yang Matang Menurut Allport :

Menurut Allport, faktor utama tingkah lalu orang dewasa yang matang adalah sifat-sifat yang terorganisir dan selaras yang mendorong dan membimbing tingkah laku menurut prinsip otonomi fungsional.
Kualitas Kepribadian yang matang menurut allport sebagai berikut:
    1.    Ekstensi sense of self
· Kemampuan berpartisipasi dan menikmati kegiatan dalam jangkauan yang   luas.
· Kemampuan diri dan minat-minatnya dengan orang lain beserta minat mereka.
· Kemampuan merencanakan masa depan (harapan dan rencana)
    2. Hubungan hangat/akrab dengan orang lain
Kapasitas intimacy (hubungan kasih dengan keluarga dan teman) dan compassion(pengungkapan hubungan yang penuh hormat dan menghargai dengan setiap orang)

   3. Penerimaan diri
Kemampuan untuk mengatasi reaksi berlebih hal-hal yang menyinggung dorongan khusus (misal : mengolah dorongan seks) dan menghadapi rasa frustasi, kontrol diri, presan proporsional.
   4. Pandangan-pandangan realistis, keahlian dan penugasan
Kemampuan memandang orang lain, objek, dan situasi. Kapasitas dan minat dalam penyelesaian masalah, memiliki keahlian dalam penyelesain tugas yang dipilih, mengatasi pelbagai persoalan tanpa panik, mengasihani diri, atau tingkah laku lain yang merusak.
   5. Objektifikasi diri: insight dan humor
Kemampuan diri untuk objektif dan memahami tentang diri dan orang lain. Humor tidak sekedar menikmati dan tertawa tapi juga mampu menghubungkan secara positif pada saat yang sama pada keganjilan dan absurditas diri dan orang lain.
   6. Filsafat Hidup
Ada latar belakang yang mendasari semua yang dikerjakannya yang memberikan tujuan dan arti. Contohnya lewat agama.
Untuk memahami orang dewasa kita membutuhkan gambaran tujuan dan aspirasinya. Tidak semua orang dewasa memiliki kedewasaan yang matang. Bisa saja seseorang melakukan sesuatu hal tanpa tahu apa yang ia lakukan.

Carl rogers
Pendapat Rogers : Memahami dan menjelaskan teori kepribadian sehat menurut rogers yang meliputi

      A.    Perkembangan kepribadian “self”    
Inti dari teori- teori Rogers yaitu individu memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah- masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri. Rogers menerima istilah self dari pengalaman- pengalaman realita masing- masing individu. Dalam setiap bertambahnya umur ,anak bisa berubah sifat dan perilaku. Dan seorang ibu bisa memperhatikan perkembangan anak, dari waktu ke waktu dan seorang ibulah yang memelihara dan mendidiknya dan tidak di serahkan kepada baby sister


     B.     Peranan positive regard dalam pembentukan kepribadian individu                   
Setiap manusia memiliki kebutuhan basic akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, cinta, kasih, dan sayang dari orang lain. Kebutuhan ini disebut need for positive regardyang terbagi lagi menjadi 2 yaituconditional positive regard (bersyarat) dan unconditional positive regard (tak bersyarat).
Pribadi yang berfungsi sepeuhnya adalah pribadi yang mengalami pengharagaan positif tak bersyarat. Mengapa? Karena ini penting, dihargai, diterima, disayangi, dicintai sebagai seseorang yang berarti tentu akan menerima dengan penuh kepercayaan.

C.    Ciri-ciri orang yang berfungsi sepenuhnya
Menurut pendapat Rogers
Pertama orang yang sehat secara psikologis akan lebih mudah beradaptasi
Karena orang psikologis bisa melihat dan menilai sifat-sifat seeorang maka dari itu dia mudah beradaptasi
Kedua manusia –manusia masa depan akan lebih terbuka atas pengalaman-pengalaman mereka, manusia masa depan akan lebih mendengar dirinya dan memperhatikan perasaan bahagia, marah,kecewa,ketakutan, dan kelembutan mereka
Ketiga dari manusia masa depan adalah kecenderungan untuk hidup sepenuhnya pada masa sekarang. Merujuk kecenderungan untuk hidup pada masa sekarang sebagaikehidupan eksistensial. Manusia masa depan tidak mempunyai kebutuhan untuk menipu diri mereka sendiri ataupun alasan untuk mencoba membuat orang lain kagum
Keempat manusia masa depan akan tetap percaya terhadap kemampuan diri mereka untuk merasakan hubungan yang hamonis dengan orang lain.
Kelima manusia masa depan akan lebih terintegrasi, lebih utuh, anpa batasan-batasan buatan antara proses kognitif yang dilakukan secara sadar   ataupun yang tidak.
Keenam, manusia masa depan mempunyai kepercayaan pada kemanusiaan. Mereka tidak akan menyakiti orang lain hanya untuk kepentingan pribadi; peduli pada orang lain dan akan siap membantu apabila diperlukan; akan mengalami kemarahan, tetapi dapat dipercaya bahwa mereka tidak akan menyerang secara tidak asuk akal melawan orang lain; serta akan merasa agresi, tetapi akan mengalihkannya kea rah yang sepatutnya .
Terakhir, karena manusia masa depan terbuka dengan semua pengalaman, mereka akanlebih menikmati kekayaan hidup dri pada orang lain. Mereka tidak mendistori stimulus internal ataupun menahan emosi mereka .  

            Rogers meberikan lima sifat orang yang berfungsi sepenuhnya :
a.       Keterbukaan pada pengalaman
b.      Kehidupan eksistensial
c.       Kepercayaan terhadap organism sendiri
d.      Perasaan bebas
e.       Kreatifitas
           


Abraham maslow
Maslow memandang kebutuhan manusia berdasarkan suatu hirarki kebutuhan dari kebutuhan yang paling rendah hingga kebutuhan yang paling tinggi.
Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :


·         Kebutuhan fisiologis atau dasar
·         Kebutuhan akan rasa aman
·         Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
·         Kebutuhan untuk dihargai
·         Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Maslow menyebut empat kebutuhan mulai dari kebutuhan fisiologis sampai kebutuhan harga diri dengan sebutan homeostatis. Homeostatis adalah prinsip yang mengatur cara kerja termostat (alat pengendali suhu). Kalau suhu terlalu dingin, alat itu akan menyalakan penghangat, sebaliknya kalau suhu terlalu panas, ia akan menyalakan dingin. Begitu pula dengan tubuh manusia, ketika manusia merasa kekurangan bahan-bahan tertentu, dia akan merasa memerlukannya. Ketika dia sudah cukup mendapatkannya, rasa butuh itu pun kemudian berhenti dengan sendirinya.
Maslow memperluas cakupan prinsip homeostatik ini kepada kebutuhan-kebutuhan tadi, seperti rasa aman, cinta dan harga diri yang biasanya tidak kita kaitkan dengan prinsip tersebut. Maslow menganggap kebutuhan-kebutuhan defisit tadi sebagai kebutuhan untuk bertahan. Cinta dan kasih sayang pun sebenarnya memperjelas kebutuhan ini sudah ada sejak lahir persis sama dengan insting.
Kebutuhan Fisiologis
Pada tingkat yang paling bawah, terdapat kebutuhan yang bersifat fisiologik (kebutuhan akan udara, makanan, minuman dan sebagainya) yang ditandai oleh kekurangan (defisi) sesuatu dalam tubuh orang yang bersangkutan. Kebutuhan ini dinamakan juga kebutuhan dasar (basic needs) yang jika tidak dipenuhi dalam keadaan yang sangat estrim (misalnya kelaparan) bisa manusia yang bersangkutan kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena seluruh kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu. Sebaliknya, jika kebutuhan dasar ini relatif sudah tercukupi, muncullah kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety needs).

Kebutuhan Rasa Aman
Jenis kebutuhan yang kedua ini berhubungan dengan jaminan keamanan, stabilitas, perlindungan, struktur, keteraturan, situasi yang bisa diperkirakan, bebas dari rasa takut dan cemas dan sebagainya. Karena adanya kebutuhan inilah maka manusia membuat peraturan, undang-undang, mengembangkan kepercayaan, membuat sistem, asuransi, pensiun dan sebagainya. Sama halnya dengan basic needs, kalau safety needs ini terlalu lama dan terlalu banyak tidak terpenuhi, maka pandangan seseorang tentang dunianya bisa terpengaruh dan pada gilirannya pun perilakunya akan cenderung ke arah yang makin negatif.
Kebutuhan Dicintai dan Disayangi
Setelah kebutuhan dasar dan rasa aman relatif dipenuhi, maka timbul kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai (belongingness and love needs). Setiap orang ingin mempunyai hubungan yang hangat dan akrab, bahkan mesra dengan orang lain. Ia ingin mencintai dan dicintai. Setiap orang ingin setia kawan dan butuh kesetiakawanan. Setiap orang pun ingin mempunyai kelompoknya sendiri, ingin punya “akar” dalam masyarakat. Setiap orang butuh menjadi bagian dalam sebuah keluarga, sebuah kampung, suatu marga, dll. Setiap orang yang tidak mempunyai keluarga akan merasa sebatang kara, sedangkan orang yang tidak sekolah dan tidak bekerja merasa dirinya pengangguran yang tidak berharga. Kondisi seperti ini akan menurunkan harga diri orang yang bersangkutan.
Kebutuhan Harga Diri
Di sisi lain, jika kebutuhan tingkat tiga relatif sudah terpenuhi, maka timbul kebutuhan akan harga diri (esteem needs). Ada dua macam kebutuhan akan harga diri. Pertama, adalah kebutuhan-kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya diri dan kemandirian. Sedangkan yang kedua adalah kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan apresiasi dari orang lain. Orang-orang yang terpenuhi kebutuhannya akan harga diri akan tampil sebagai orang yang percaya diri, tidak tergantung pada orang lain dan selalu siap untuk berkembang terus untuk selanjutnya meraih kebutuhan yang tertinggi yaitu aktualisasi diri (self actualization).



Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang terdapat 17 meta kebutuhan yang tidak tersusun secara hirarki, melainkan saling mengisi. Jika berbagai meta kebutuhan tidak terpenuhi maka akan terjadi meta patologi seperti apatisme, kebosanan, putus asa, tidak punya rasa humor lagi, keterasingan, mementingkan diri sendiri, kehilangan selera dan sebagainya.

Erich fromm
Fromm melihat kepribadian hanya sebagai suatu produk kebudayaan. Karena itu dia percaya bahwa kesehatan jiwa harus di definisikan menurut bagaimna baik nya masyarakat menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan dasar semua individu, bukan menurut bagaimana baiknya individu-individu menyesuaikan diri dengan masyarakat. Karena itu kesehatan psikologis tidak begitu banyak merupakan usaha masyarakat. Faktor kunci ialah bagaimana suatu masyarakat memuaskan secukupnya kebutuhan-kebutuhan manusia.
a) Suatu masyarakat yang tidak sehat atau sakit menciptakan permusuhan, kecurigaan, ketidakpercayaan dalam anggota-anggotanya, dan merintangi pertumbuhan penuh dari setiap individu. Suatu masyarakat yang sehat membiarkan anggota-anggotanya mengembangkan cinta satu sama lain, menjadi produktif yang kreatif, mempertajam dan memperhalus tenaga pikiran dan objektivitasnya dan mempermudah timbulnya individu-individu yang berfungsi sepenuhnya. Tetapi apabila kekuatan-kekuatan sosial mencampuri kecenderungan kodrati untuk pertumbuhan, akibatnya ialah tingkah laku irasional dan neurotis, masyarakat-masyarakat yang sakit menghasilkan orang-orang yang sakit.
b) Fromm melukiskan hakikat keadaan manusia sebagai kesepian dan ketidakberartian. Menurut Fromm, kita adalah makhluk yang unik dan kesepian. Sebagai akibat evolusi kita dari binatang-binatang yang lebih rendah, kita tidak lagi bersatu dengan alam, kita telah mengatasi alam. Tidak seperti tingkah laku binatang, tingkah laku kita tidak terikat pada mekanisme-mekanisme instinktif. Akan tetapi perbedaan yang sangat penting antara manusia dan binatang yang lebih rendah terletak pada kemampuan kita akan kesadaran diri, pikiran, dan khayal. Kita mengetahui bahwa kita akhirnya tidak berdaya, kita akan mati, dan terpisah dari alam.
c) Dorongan Kepribadian yang sehat. Sebagai organisme yang hidup, kita didorong untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis dasar akan kelaparan, kehausan, dan seks. Apa yang penting dalam mempengaruhi kepribadian ialah kebutuhan-kebutuhan psikologis. Semua manusia sehat dan tidak sehat didorong oleh kebutuhan-kebutuhan tersebut, perbedaan antara mereka terletak dalam cara bagaimana kebutuhan-kebutuhan ini dipuaskan. Orang-orang yang sehat memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis secara kreatif dan produktif. Orang-orang yang sakit memuaskan kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan cara-cara irasional.
d) Fromm mengemukakan lima kebutuhan yang berasal dari dikotomi kebebasan dan keamanan :
1. Hubungan
2. Trasendensi
3. Berakar
4. Perasaan identitas
5. Kerangka orientasi
Kepribadian Produktif menurut Fromm:
1) Cinta yang produktif,
Karena cinta yang produktif menyangkut empat sifat yang menantang perhatian, tanggung jawab, respek dan pengetahuan. Mencintai orang-orang lain berarti memperhatikan (dalam pengertian memelihara mereka), sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan mereka, dan membantu pertumbuhan dan perkembangan mereka. Hal ini berarti memikul tanggung jawab untuk orang-orang lain, dalam pengertian mau mendengarkan kebutuhan-kebutuhan mereka juga orang-orang yang dicintai dipandang dengan respek dan menerima individualitas mereka, mereka dicintai menurut siapa dan apa adanya. Dan untuk menghormati mereka, kita harus memiliki pengetahuan penuh terhadap mereka, kita harus memahami mereka siapa dan apa secara objektif.
2) Pikiran yang produktif,
Pikiran yang produktif meliputi kecerdasan, pertimbangan, dan objektivitas. Pemikir produktif didorong oleh perhatian yang kuat terhadap objek pikiran. Pemikir yang produktif dipengaruhi olehnya dan memperhatikannya. Fromm percaya bahwa semua penemuan dan wawasan yang hebat melibatkan pikiran objektif, dimana pemikir-pemikir didorong oleh ketelitian, dan perhatian untuk menilai secara objektif seluruh masalah.
3) Kebahagiaan,
Orang-orang yang produktif ialah orang-orang yang berbahagia. Fromm menulis bahwa suatu perasaan kebahagian merupakan bukti bagaimana berhasilnya seseorang “dalam seni kehidupan”. Kebahagiaan merupakan prestasi (kita) yang paling hebat. Fromm membedakan dua tipe suara hati otoriter dan suara hati humanistis.
4) Suara hati.
Suara hati otoriter adalah penguasa dari luar yang diinternalisasikan, yang memimpin tingkah laku orang itu. Penguasa itu dapat berupa orang tua, Negara, atau suara kelompok lainnya yang mengatur tingkah laku melalui ketakutan orang itu terhadap hukuman karena melanggar kode moral dari penguasa. Suara hati humanistis ialah suara dari diri dan bukan dari suatu perantara dari luar. Pedoman kepribadian sehat untuk tingkah laku bersifat internal dan individual. Orang bertingkah laku sesuai dengan apa yang cocok untuk berfungsi sepenuhnya dan menyingkap seluruh kepribadian, tingkah laku-tingkah laku yang menghasilkan rasa persetujuan dan kebahagiaan dari dalam. Jadi, kepribadian yang sehat dan produktif memimpin dan mengatur diri sendiri.

Sumber:
Hall,Calvin. Lindsay,Gardner. Editor: Sugiyono. 1993. Psikologi Kepribadian 3 Teori-Teori Kepribadian dan Behavioristik. Kanisius : Yogyakarta
Lindzey,Gardner and Hall, Calvin, Introduction to Theories of Personalitry,New York: John Wiley & Sons, Inc., 1985
Psikologi Komunikasi, Marhaeni F. Kurniawati S.Sos M.psi, pusat pengembangan bahan ajar UMB.
 Sumber :
Schultz, D.psikologi pertumbuhan : model – model kepribadian sehat. Yogyakarta: kanisius, 1991.
Suryabrata, S.psikologi kepribadian. Jakarta: kanisius, 1982.
Jess, J. And Gregory,J.F.teori kepribadian. Jakarta: salemba humanika, 2009
Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan : Model-model Kepribadian Sehat. Alih bahasa : Yustinus. Yogya : Kanisius
Hall, S. (1993). Teori-teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta : Kanisius
Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan. Yokyakarta : KANISUS
all S. Calvin, dan Gardner Lindzey. 1993. Teori-Teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta: Kanisius





















Arti penting stress
Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.
a)    Faktor – faktor individual dan sosial yang menjadi penyebab stress
Faktor     Individual
Tatkala seseorang menjumpai stresor dalam lingkungannya, ada dua karakteristik pada stresor tersebut yang akan mempengaruhi reaksinya terhadap stresor itu yaitu: Berapa lamanya (duration) ia harus menghadapi stresor itu dan berapa terduganya stresor itu (predictability).

Faktor Sosial
Keluarga. Faktor yang menyebabkan stress dari keluarga misalnya adalah terjadi kesalahan pada pola asuh yang diberikan, broken home, keadaan sosial ekonomi yang tidak sesuai harapan serta adanya tradisi juga filsafat keluarga yang dianggap tidak sejalan dengan filsafat individu.
Lingkungan. Peristiwa alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir dan longsor secara langsung akan membuat seseorang mempunyai tegangan tinggi dalam dirinya, apalagi orang tersebut menjadi korban bencana tersebut. Gaya hidup yang modern juga membuat orang mudah terkena stress.
Dunia Kerja. Tugas yang menumpuk yang harus dikumpulkan besok, tugas yang jumlahnya sedikit namun tingkat kesulitannya tinggi, kecelakaan dunia kerja serta kemonotonan pekerjaan adalah stressor yang berasal dari dunia kerja yang mampu membuat orang mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya.
b)    Efek – efek stress menurut hans selye
Menurut Hans Selye, ahli endokrinologi terkenal di awal 1930, tidak semua jenis stres yang merugikan, dengan demikian, ia datang dengan eustress dan kesusahan. Kita semua melakukan menjalani ringan, saat-saat singkat dan dikendalikan dari ketegangan saraf yang dianggap umum, dan bertindak sebagai rangsangan positif terhadap pertumbuhan seseorang intelektual dan emosional. Selye disebut eustress ini. Ia didefinisikan distres menjadi sesuatu yang sebaliknya dan ditandai dengan tekanan fisik dan psikologis yang parah yang mengganggu kesehatan umum.
Efek fisiologis dari stres pada tubuh meliputi:
- Nyeri dada
- Insomnia atau tidur masalah
- Nyeri kepala Konstan
- Hipertensi
- Tukak

Stres dikatakan menjadi sebuah faktor penunjang untuk produksi suatu penyakit tertentu, atau mungkin menjadi penyebab respon perilaku negatif, seperti merokok, minum alkohol dan penyalahgunaan narkoba yang semuanya dapat membuat kita rentan terhadap penyakit. Hal buruk dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, sehingga menyebabkan tubuh kita menjadi kurang tahan terhadap sejumlah masalah kesehatan.

2.    Tipe – tipe stress
1.  Tekanan (pressures)
            Tekanan terjadi karena adanya suatu tuntutan untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu maupun tuntutan tingkah laku tertentu.Secara umum tekanan mendorong individu untuk meningkatkan performa, mengintensifkan usaha atau mengubah sasaran tingkah laku. Tekanan sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari  dan memiliki bentuk yang berbeda-beda pada setiap individu. Tekanan dalam beberapa kasus tertentu dapat menghabiskan sumber-sumber daya yang dimiliki dalam proses pencapaian sasarannya, bahkan bila berlebihan dapat mengarah pada perilaku maladaptive. Tekanan dapat berasal dari sumber internal atau eksternal atau kombinasi dari keduanya.Tekanan internal misalnya adalah sistem nilai, self esteem, konsep diri dan komitmen personal. Tekanan eksternal misalnya berupa tekanan waktu atau peranyang harus dijalani seseorang, atau juga dpat berupa kompetisi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat antara lain dalam pekerjaan, sekolah dan mendapatkan pasangan hidup.
2.  Frustasi
            Frustasi dapat terjadi apabila usaha individu untuk mencapai sasaran tertentu mendapat hambatan atau hilangnya kesempatan dalam mendapatkan hasil yang diinginkan. Frustasi juga dapat diartikan sebagai efek psikologis terhadap situasi yang mengancam, seperti misalnya  timbul reaksi marah, penolakan maupun depresi.
3.  Konflik
            Konflik terjadi ketika individu berada dalam tekanan dan merespon langsung terhadap dua atau lebih dorongan, juga munculnya dua kebutuhan maupun motif yang berbeda dalam waktu bersamaan. Ada 3 jenis konflik yaitu :
a.  Approach – approach conflict, terjadi apabila individu harus satu diantara dua alternatif yang sama-sama disukai, misalnya saja seseorang sulit menentukan keputusan diantara dua pilihan karir yang sama-sama diinginkan. Stres muncul akibat hilangnya kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak diambil. Jenis konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.
b.  Avoidence – avoidence conflict, terjadi bila individu diharapkan pada dua pilihan yang sama- sama tidak disenangi, misalnya wanita muda yang hamil muda yang hamil diluar nikah, di satu sisi ia tidak ingin aborsi tapi di sisi lain ia belum mampu secara mental dan finansial untuk membesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan dan memerlukan lebih banyak tenaga dan waktu untuk menyelesaikannya karena masing-masing alternatif memilki konsekuensi yang tidak menyenangkan.
c.  Approach – avoidence conflict, adalah situasi dimana individu merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari seseorang atau suatu objek yang sama, misalnya seseorang yang berniat berhenti merokok, karena khawatir merusak kesehatannya tetapi ia tidak dapat membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa rokok
Berdasarkan pengertian stressor diatas dpat disimpulkan kondisi fisik, lingkungan dan  sosial yang menjadi penyebab dari kondisi stres.

4.  Kecemasan
Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan istilah-istilah seperti “Kekhawatiran”, “Keprihatinan”, dan “Rasa Takut” yang kadang-kadang kita alami pada tingkatan yang berbeda-beda (dalam,Pengantar Psikologi, Atkinson dkk.,1983).
Orang yang mengalami gangguan kecemasan dilanda ketidakmampuan menghadapi perasaan cemas yang kronis dan intens, perasaan tersebut sangat kuat sehingga mereka tidak mampu berfungsi dalam kehidupan sehari-hari (dalam Psikologi Abnormal: Perspektif Klinisi pada Gangguan Psikologis, Richard P.Halgin dan Susan Krauss, 2010). Contohnya adalah seorang wanita yang berjalan sendirian pada malam hari di tempat yang sepi, dengan cahaya yang remang-remang secara otomatis ia akan merasa takut yang luar biasa bahkan mungkin tingkat kecemasannya menjadi tinggi, karena ia berfikir (biasanya) di malam hari, di temapat yang sepi dapat dijumpai hantu, penjahat dll. Karena fikirannya yang berhalusinasi maka ia akan merasa sangat ketakutan.


3.    Symptom reducing responses terhadap stress
Respon terhadap stres
Defense mechanism

1. Menghilangkan stres mekanisme pertahanan, dan penanganan yang berfokus pada masalah. Menurut Lazarus (dalam Santrock, 2003 : 566) penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu :
a. Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
b. Coping yang berfokus pada emosi (problem-focused coping)adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.

2. Strategi penanganan stres dengan mendekat dan menghindar (Santrock, 2003 : 567):
a.  strategi mendekati (approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres tersebut dengan cara menghadapi penyebab stres tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung
b.  strategi menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku, untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stres.
      Menurut Ebata & Moos, 1994 (dalam Santrock, 2003 : 567) individu yang menggunakan strategi mendekat untuk menghadapi stres adalah remaja yang berusia lebih tua, lebih aktif, menilai stresor utama yang muncul sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan dan sebagai suatu tantangan, dan memiliki sumber daya sosial yang dapat digunakan. Sedangkan, individu yang menggunakan strategi menghindar mudah merasa tertekan dan mengalami stres, memiliki stresor yang lebih kronis, dan telah mengalami kejadian-kejadian yang lebih negatif dalam kehidupannya selama tahun sebelumnya.



3. Berpikir positif dan self-efficacy
      Menurut Bandura (dalam Santrock, 2003 : 567) self-efficacy adalah sikap optimis yang memberikan perasaan dapat mengendalikan lingkungannya sendiri.
      Menurut model realitas kenyataan dan khayalan diri yang dikemukan oleh Baumeister, individu dengan penyesuaian diri yang terbaik seringkali memiliki khayalan tentang diri mereka  
sendiri yang sedikit di atas rata-rata. Memiliki pendapat yang terlalu dibesar-besarkan mengenai diri sendiri atau berpikir terlalu negatif mengenai diri sendiri dapat mengakibatkan konsekuensi yang negatif. Bagi beberapa orang, melihat segala sesuatu dengan terlalu cermat dapat mengakibatkan merasa tertekan. Secara keseluruhan, dalam kebanyakan situasi, orientasi yang berdasar pada kenyataan atau khayalan yang sedikit di atas rata-rata dapat menjadi yang paling efektif (dalam Santrock, 2003 : 568).

4. Sistem dukungan
Menurut East, Gottlieb, O’Brien, Seiffge-Krenke, Youniss & Smollar (dalam Santrock, 2003 : 568), keterikatan yang dekat dan positif dengan orang lain – terutama dengan keluarga dan teman – secara konsisten ditemukan sebagai pertahanan yang baik terhadap stres.

5. Berbagai strategi penanganan stres
Dalam penanganan stres dapat menggunakan berbagai strategi coping, karena stres juga disebabkan tidak hanya oleh satu faktor, melainkan oleh berbagai faktor (Susman, 1991 dalam Santrock, 2003 : 569).

4.    Pendekatan problem solving terhadap stress
Strategi koping yang spontan mengatasi stres
            Dalam Siswanto dijelaskan dalam menangani stres yaitu menggunakan metodeBiofeedback, tekhniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stres kemudian belajar untuk menguasainya. Teknik ini menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit sebagai feedback. Tetapi jika teman-teman tahu tentang hipno-self, teman-teman cukup menghipnotis diri sendiri dan melakukan sugesti untuk diri sendiri, cara ini lebih efektif karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendiri. Dan jika teman-teman ingin melakukan hipno-self, utamanya adalah tempat harus nyama dan tenang, dan teman-teman cukup membangkitkan apa yang menyebabkan teman-teman stres, cari tahu gejalanya hingga akar dari masalah tersebut, kemudian berikan sugesti-sugesti yang positif, Insya Allah cara ini akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara spiritual (mengarah kepada Tuhan Semesta Alam).
Kita mengalahkan stress dengan cara menyelesaikan problem stressor  (hal yang membuat stress itu). Misalnya, kita stress karena menderita suatu penyakit, maka kita menyelesaikan masalah dengan berobat sehingga penyakit kita bisa sembuh. Atau bisa juga dengan mengusahakan agar kita bisa menyesuaikan diri dengan situasi yang terjadi (bila situasinya sendiri tidak bisa dirubah).

Niven, Neil. 2000. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nevid, Jeffrey S., Spencer A. Rathus, dan Beverly Greene. 2005. Psikologi Abnormal. Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press).
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental: Konsep, Cangkupan dan Perkembangannya. Ed.,I.
Yogyakarta: ANDI.
Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, dan Ernest R. Hilgard. 1983. Pengantar Psikologi.
Editor: Nurdjannah Taufiq-Agus Dharma. Edisi VIII. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.



















a. Pengertian dan jenis – jenis koping
Koping adalah sebuah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima tubuh dan beban tersebut menimbulkan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik yaitu stres. Apabila mekanisme coping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut (Ahyar, 2010).
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikanmasalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1999).
Sedangkan menurut Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.
Berdasarkan kedua definisi di atas, maka yang dimaksud mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif maupun perilaku
Individu dapat mengatasi stres dengan menggerakkan sumber koping di lingkungan. Ada lima sumber koping yaitu: aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan individu, teknik-teknik pertahanan, dukungan sosial dan dorongan motivasi (Hidayat, 2008).

Ø  Jenis-jenis koping
Menurut Rasmun, ( 2004 ) dan Mustikasari, ( 2008 ) jenis koping ada dua yaitu:
1.    Koping Psikologis
        Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stres psikologi tergantung pada dua  faktor yaitu:
a.    bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stresor, artinya seberapa     besar ancaman yang dirasakan individu tersebut terhadap stressor yang   diterimanya.
b.    keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu, artinya dalam          menghadapi stresor jika strategi yang digunakan efektif maka menghasilkan         adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika   sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.
2.    Koping psikososial
        Adalah reaksi psiko-sosial terhadap adanya stimulus stres yang dihadapi oleh  klien, menurut Stuart dan Sundeen (1991), mengemukakan bahwa terdapat dua  kategori koping yang dapat digunakan untuk mengatasi stres dan kecemasan;

  a.    Reaksi yang berorientasi pada tugas, cara ini digunakan untuk menyelesaikan           masalah konflik dan memenuhi kebutuhan dasar. Terdapat 3 macam reaksi   yang berorientasi pada tugas yaitu;
1)    Perilaku menyerang ( Fight )
Individu menggunakan energinya untuk melakukan perlawanan dalam rangka mempertahankan integritas pribadinya dan perilaku yang ditunjukkan dapat berupa konstruktif maupun destruktif.
2)    Perilaku Menarik Diri ( Withdrawl )
Individu menunjukan perilaku pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologik meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stressor.
3)    Kompromi
Kompromi merupakan tindakan konstruktif yang dilakukan oleh individu untuk menyelesaikan masalah yang dilakukan dengan bermusyawarah atau negoisasi.

b.    Reaksi yang berorientasi pada Ego.
Reaksi ini digunakan oleh individu dalam menghadapi stres  atau kecemasan sehingga dapat mengurangi kecemasan, tetapi jika digunakan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan gangguan orientasi realita dengan memburuknya hubungan interpersonal dan produktifitas kerja. Adapun mekanisme pertahanan diri yang bersumber dari ego yaitu;
1)    Kompensasi
Proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan atau kelebihan yang dimilikinya.
2)    Penyangkalan (denial)
Menyatakan ketidak setujuan terhadap realitas dengan berusaha mengatakan tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitif.
3)    Mengalihkan (displacement)
Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang atau benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya.
4)    Disosiasi
Kehilangan kemampuan mengingat peristiwa yang terjadi pada dirinya.
5)    Identifikasi (identification)
Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang dia kagumi berupaya dengan mengambil atau menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang tersebut.
6)    Intelektualisasi (intelectualization)
Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang tidak menyenangkan.
7)    Introjeksi (introjection)
Perilaku dimana individu menyatukan nilai orang lain atau kelompok kedalam dirinya.
8)    Isolasi
Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat bersifat sementara atau berjangka lama.
9)    Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan yang dilakukannya sendiri.
10)    Rasionalisasi
Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat diterima masyarakat untuk membenarkan kesalahannya.
11)    Reaksi formasi
Pembentukan sikap dan pola perilaku yang bertentangan dengan apa yang sebenarnya.
12)    Regresi
Kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.
13)     Represi
Menekan perasaan atau pengalaman yang menyakitkan dari kesadaran yang cenderung memperkuat mekanisme ego lainnya.
14)    Pemisahan (splitting)
Sikap mengelompokkan orang atau keadaan semuanya baik atau semuanya buruk, kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan negatif di dalam diri sendiri.
15)    Sublimasi
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam penyalurannya secara normal.
16)    Supresi
Menekan perasaan yang menyakitkan ke alam tak sadar sampai dia melupakan peristiwa yang menyakitkan itu.
17)    Undoing
Tindakan atau perilaku atau komunikasi yang menghapuskan sebagian dari  tindakan atau  perilaku atau komunikasi sebelumnya  merupakan mekanisme pertahanan primitif.

B. Jenis-jenis koping yang konstruktif atau positif
Harmer dan Ruyon (1984) menyebutkan jenis-jenis koping yang dianggap konstruktif: yaitu:
1. Penalaran (reasoning)
Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi bebagai macam alternatif pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternate yang dianggap paling menguntungkan. Individu secara sadar mengumpulkan berbagai informasi yang relevan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi, kemudian membuat alternatif-alternatif pemecahannya, kemudian memilih alternative yang paling menguntungkan dimana resiko kerugiannya paling kecil dan keuntungan yang diperoleh paling besar.
2. Objektifitas
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan dengan yang tidak berkaitan. Kemampuan untuk melakukan koping jenis objektifitas mensyaratkan individu yang bersangkutan memilki kemampuan untuk mengelola emosinya sehingga individu mampu memilih dan membuat keputusan yang tidak semata didasari oleh pengaruh emosi.
3. Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Pada kenyataannya, justru banyak individu yang tidak mampu berkonsetrasi ketika menghadappi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah dalam berbagai arus pemikiran yang justru membuat persoalan menjadi seakin kabur dan tidak terarah.
4. Penegasan diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stress dengan cara mengekpresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara langsung tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain. Menjadi asertif tidak sama dengan tidakan agresi. Sertif adalah menegaskan apa yang dirasakan, dipikirkan oleh individu yang bersangkutan, namun dengan menghormati pemikiran dan perasaan orang lain. Dewasa ini pelatihan-pelatihan dibidang asertifitas mulai banyak dilakukan untuk memperbaiki relasi antar manusia.
5. Pengamatan diri (self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspreksi, yaitu individu melakukan pengujian secara objektif proses-proses kesadaran sendiri atau mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif, cirri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam. Pengamatan diri mengandaikan individu memilki kemampuan untuk melakukan transedensi, yaitu kemampuan untuk membuat jarak antara diri yang diamati dengan diri yang mengamati. Perkembangan kognitif dan latihan-latihan melakukan introspeksi yang dilakukan sejak remaja, akan mempertajam keterampilan untuk melakukan pengamatan diri.


Sumber:
Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang     kehidupan (Edisi ke-5). Indonesia: Erlangga.
Henry.I.S & Soemarmono W.S. (1997). Hubungan Antara Perilaku Koping Dengan  Depresi Pada             Lanjut Usia di Panti Wredha Di Yogyakarta. Yogyakarta: Labolatorium        RSUP. DR. Sardjito.
Rasmun, Skp., M.Kep, Stres, Koping dan Adaptasi, Sagung Seto, Jakarta,2004
Siswanto, S.Pi., Msi. Kesehatan Mental, konsep, cakupan dan perkembangannya, CV.             Andi Offeset, Yogyakarta, 2007.
Dr. Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta, 1995
http://www.psychologymania.com/2012/08/pengertian-koping.html
           

















PERTEMUAN 3
TULISAN 1

Penyesuaian diri dan pertumbuhan

a. pengertian dan konsep penyesuaian

Pengertian penyesuaian diri adalah proses yang diharapi oleh individu dalam mengenal lingkungan yang baru. Menurut Schneider (dalam Partosuwido, 1993) penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat. Menurut Callhoun dan Acocella (dalam Sobur, 2003), penyesuaian dapat didefenisikan sebagai interaksi individu yang kontinu dengan diri individu sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia individu. Menurut pandangan para ahli diatas, ketiga faktor tersebut secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik mengingat individu secara konstan juga mempengaruhi kedua faktor lain.
Menurut Schneiders (1964), pengertian penyesuaian diri dapat ditiinjau dari tiga sudut pandang, yaitu:
1.                  Penyesuaian sebagai adaptasi --- Menurut pandangan ini, penyesuaian diri cenderung diartikan sebagai usaha mempertahankan diri secara fisik, bukan penyesuaian dalam arti psikologis, sehingga ada kompleksitas kepribadian individu dengan lingkungan yang terabaikan.
2.                  Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas --- Penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pengertian ini menyiratkan bahwa individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial maupun emosional. Menurut sudut pandang ini, individu selalu diarahkan kepada tuntutan konformitas dan diri individu akan terancam tertolak jika perilaku individu tidak sesuai dengan norma yang berlaku.
3.                  Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan --- Penyesuaian diri dipandang sebagai kemampuan untuk merencakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan dan frustasi tidak terjadi, dengan kata lain penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan penguasaan dalam mengembangkan diri sehingga dorongan emosi dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah.
Berdasarkan tiga sudut pandang tentang penyesuaian diri yang disebut diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri dapat diartikan sebagai suatu proses yang mencakup suatu respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari dunia luar atau lingkungan tempat individu berada (Ali & Asrori, 2004).
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah proses dinamik dalam interaksi individu dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang mencakup respon-respon mental dan perilaku untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik dan mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari luar diri individu.

b. pertumbuhan personal
jelaskan konsep yang berkaitan denganpertumbuhan personal yang meliputi
1.    Penekananpertumbuhandiri
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dariproses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal padaanak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikansebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaanjasmaniah)
yang herediter dalam bentuk proses aktif secaraberkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatifyang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957)bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya akan menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.
2.    Variasi dalam pertumbuhan
- Variasi dalam pertumbuhan
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.
3.    Kondisi – kondisi untuk bertumbuh
- Kondisi-kondisi untuk bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Disamping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.


TULISAN 2
Hubungan interpersonal

a)    Model – model hubungan interpersonal
Ada 4 model hubungan interpersonal yaitu meliputi :
A. Model pertukaran sosial (social exchange model)
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).
B. Model peranan (role model)
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
C. Model permainan (games people play model)
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
• Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
• Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional)
• Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan).
Pada interaksi individu menggunakan salah satu kepribadian tersebut sedang yang lain membalasnya dengan menampilkan salah satu dari kepribadian tersebut. Sebagai contoh seorang suami yang sakit dan ingin minta perhatian pada istri (kepribadian anak), kemudian istri menyadari rasa sakit suami dan merawatnya (kepribadian orang tua).
D. Model Interaksional (interacsional model)
Model ini memandang hubungann interpersonal sebagai suatu sistem . Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.

b)   Memulai hubungan
1.       Pembentukan.
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. Bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.

Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu:
a.       informasi demografis
b.      sikap dan pendapat (tentang orang atau objek).
c.         rencana yang akan datang.
d.       kepribadian.
e.       perilaku pada masa lalu.
f.       orang lain serta,
g.      hobi dan minat.






2.       Peneguhan Hubungan.
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu:
A.                  Keakraban (pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang antara komunikan dan komunikator).
B.                   Kontrol (kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukan komunikasi dan menentukan siapakah yang lebih dominan didalam komunikasi tersebut).
C.                   Respon yang tepat (feedback atau umpan balik yang akan terima jangan sampai komunikator salah memberikan informasi sehingga komunikan tidak mampu memberikan feedback yang tepat).
D.                  Nada emosional yang tepat (keserasian suasana emosi saat komunikasi sedang berlangsung).

c)    Intimasi dan hubungan pribadi

Menurut Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu
hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari
oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi
masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi
kegemaran dan aktivitas yang sama.
Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk
tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya
terhadap orang lain.
Intimasi juga adalah
salah satu atribut yang paling menonjol dalam suatu hubungan intim daripada
hubungan pribadi yang lain. Keintiman (intimacy) sangat berkaitan dengan derajat
kecintaan, kepercayaan, kepuasan, tanggung jawab dan pengertian pasangan
dalam hubungan yang dekat (intim).
Keintiman juga memberikan sumbangan besar dalam memenuhi
kebutuhan individu dan keintiman itu pun memberikan efek positif pada kebaikan
pasangan dalam suatu hubungan pertemanan (Prager & Buhrmester dalam

untuk mejalin hubungan pribadi diperlukan adanya intimacy
Cinta interpersonal membutuhkan tiga hal: Intimacy, Passion, dan Commitment. Perasaan dekat dan nyaman muncul dari kualitas kebersamaan yang bagus. Keberasamaan yang menciptakan Intimacy dan kenyamanan ini adalah sebuah wujud awal dari cinta yang sering disebut sebagai persahabatan atau pertemanan (Liking/Friendship).
Proses pendekatan itu proses dimana kebersamaan yang menciptakan Intimacy dan kenyamanan yang merupakan wujud awal cinta
Jika Intimacy, Passion, dan Commitment terpenuhi, maka sebuah hubungan akan menjadi sempurna karena dliliputi oleh cinta yang menyeluruh (Consummate Love). Namun, keadaan yang penuh cinta yang menyeluruh ini bisa berlangsung selamanya dan bisa juga tidak. Kenapa? Semua bergantung pada proses memelihara tiga hal tersebut yang dipenuhi berbagai rasa, mulai dari sedih, gembira, puas, kecewa, rindu bahkan bosan.

Ketika Intimacy yang hilang, maka yang terjadi adalah cinta absurd (Fatuous Love).
Apa itu fatuos love /cinta absurd ?
 Cinta absurd adalah cinta yang bersandar pada Passion dan Commitment.
seperti mempertahankan pernikahan atau berpacaran karena teman, orangtua, usia, dan motivasi dari luar lainnya.
 Hanya saja, ada motivasi pada ketertarikan pribadi dan fisik, dan Comitment yang tidak bertujuan menjaga hubungan, tapi lebih bertujuan mengejar materi atau kekuasaan.
Cinta ini menjadi absurd karena hal yang paling awal tidak ada lagi.
 Hilangnya Intimacy terjadi, juga karena respon yang tidak tepat terhadap rasa yang menyertai sebuah hubungan, seperti sedih, gembira, puas, kecewa, rindu bahkan bosan.

d)   Intimasi dan pertumbuhan
Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk
tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya
terhadap orang lain. Kemudian, Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu
hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari
oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi
masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi
kegemaran dan aktivitas yang sama.
Factor-factor yang menumbuhkan hubungan interpersonal uang baik berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan.factor kedua yang menumbuhkan sikap percaya pada diri orang lain.Kejujuran, factor ketiga yang menumbuhkan sikap percaya.sikap yang mengurangi sikap defensive dalam komunikasi.amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif.Teori-teori tentang efek komunikasi yang oleh para pakar komunikasi tahun 1970-an dinamakan pulahypodermic needle theory, teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Teori peluru yang dikemukakan Wilbur Schramm pada tahun 1950-an ini kemudian dicabut pada tahun 1970-an dan meminta kepada para pendukungnya yang menganggap teori ini tidak ada. Sebab khalayak yang menjadi sasaran media ini ternyata tidak pasif. Kemudian muncul teori model atau model efek terbatas, Hovland mengatakan bahwa pesan komunikan efectif dalam menyebarkan informasi, bukan dalam mengubah perilaku. Penelitian Cooper dan Jahoda pun menunjukan bahwa persepsi selektif dapat mengurangi efektifitas sebuah pesan.Contoh : seorang gadis berjalan lenggak-lenggok seperti pragawati dan banyak pria terpana padanya sampai-sampai tak berkedip, itu merupakan pola S – R. Proses ini merupakan bentuk pertukaran informasi yang dapat menimbulkan efek untuk mengubah tindakan komunikasi (communication act). Model S – R mengasumsikan bahwa perilaku individu karena kekuatan stimulus yang dating dari luar dirinya, bukan atas dasar motif dan sikap yang dimiliki.

Aronson ,Elliot .(2005).social psychology .upper saddle river :person prentice hall
























TULISAN 3
CINTA DAN PERKAWINAN

a)    Bagaimana memilih pasangan
Tentu semua orang ingin menikah satu kali selama hidupnya, agar keinginan ini terwujud perlulah seseorang itu memilah milih pasangan,agar suatu saat jika ada masalah yang bisa mengakibatkan perceraian atau perpisahan bisa dihindari. Mau lihat tips memilih pasangan hidup? Simak beberapa pemaparan kami :
1. Rajin Beribadah
Ini hal yang penting bagi masa depan keluarga anda. Carilah calon suami maupun istri yang taat beribadah. Mengapa? Karena selain bisa menjaga hubungan yang selalu baik karena cinta dilandaskan kepada tuhan. Anak, akan terbimbing dengan baik. Baik ibu dan bapak sama-sama memiliki peran dalam pengajaran agama yang baik dikeluarga. Agar anak ini akan menjadi generasi yang tentuny bisa membanggakan kedua orang tuanya kelak. Jadi ini salah satu yang harus diperhatikan.
2. Tidak Matrealis
Sebenarnya Matre itu wajar, karena memang hidup dijaman sekarang yang apa-apa susah didapat menjadi kriteria yang penting. Terutama bagi seorang wanita. Mengapa ? bagaimana bisa seorang istri tampil cantik, bila suaminya tidak pernah membelikan istrinya sebuah alat rias. Dan ia pasti akan berfikir untuk masa depan anaknya nanti, jika sang calon suami tidak memiliki penghasilan. Bagaimana ia bisa merawat anak dengan baik. Tapi, tentu saja matre yang kami definisikan tadi adalah yang positif. Bukan Matre yang memfoya-foyakan uang dengan hal tidak berguna. Jika pasangan anda suka memfoya-foyakan uang dan sedikit-sedikit minta uang, anda bisa mundur untuk tidak memilihnya sebagai pasangan hidup.
3.Sehat Jasmani maupun Rohani
Pilihlah yang dari segi fisik dan mental / jasmani dan rohani yang sehat walafiat. Pilih yang sehat, cerah, gesit, kuat, dan tidak mudah sakit. Dari segi kesuburan pun juga penting jika anda ingin punya keturunan. Jika belum yakin maka sebaiknya anda melakukan pemeriksaan kesehatan berdua saat pranikah. Perhatikan pula keluarganya apakah ada yang punya riwayat penyakit yang dapat menurun dan bisa berakibat fatal. Terkadang suatu penyakit dapat diturunkan ke anak dan atau cucu.
4. Saling Jujur / Tidak Suka Bohong, Cinta Dan Setia
Mana ada orang yang suka dibohongi. Pilihlah pasangan yang dapat dipegang kata-katanya dan hanya akan berbohong untuk kepentingan keluarga yang positif. Jika suka bohong anda akan dibuat pusing sama pasangan anda kelak. Pasangan yang setia pada anda akan selalu mencintai anda dan akan selalu berada di samping anda ke mana pun anda pergi dan dalam kondisi apa pun.
Kehidupan rumah tangga yang harmonis tentu menjadi idaman banyak pasangan. Tapi tentu saja tidak ada yang sempurna dalam suatu hubungan. Tingal anda saja memilih sikap. Agar anda tidak memunculkan pertengkaran yang berakhir dengan perceraian
5. Pasangan Yang Selalu Mensuport anda
Cari pasangan yang sealu membantu anda dalam mengukuhkan imej diri anda dan mendukung semangat dan menyakinkan diri anda, sebab. Itulah gunanya pasangan hidup baik itu suami maupun istri. Tanpa adanya saling suport. Hubungan suami dan istri pasti akan renggang dan bisa saja perceraian terjadi. Karena merasa saling tidak cocok.

b)     Seluk beluk hubungan dalam perkawinan
 Inilah puncak dari segalanya, setelah melewati  masa pacaran dengan baik. Dengan saling mengikarkan janji suci untuk sehidup semati baik dalam sehat maupun dalam sakit, dalam keadaan kaya atau miskin dan hanya maut yang bisa memisahkan mereka. Sehingga ikrar suci pernikahan itu, mereka bukan lagi dua tetapi telah menjadi satu. Tahap ini memulainya sebuah babak baru, relasi yang ditandai dengan munculnya komitmen tanpa syarat untuk saling mencintai dan memiliki.
Kalau tahap perkenalan merupakan sebuah pintu gerbang menuju ke tingkat pacaran, maka tahap pernikahan merupakan puncak dari tingkat hubungan paling akrab dan mulia yang dilakukan.

c)   Penyesuaian dan pertumbuhan dalam perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian.
Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.

d)    Perceraian dan pernikahan kembali
Pernikahan bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya, pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.
Apa yang akan mempengaruhi peluang untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda pun bisa memiliki kesempatan kurang dari menikah lagi jika dia memiliki beberapa anak. Ada banyak faktor seperti faktor pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama.
Jika ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu mengecilkan hati. Menikah
Kembali setelah perceraian bisa menjadi pengalaman menarik. tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik.

e)    Single life
Ada banyak alasan untuk tetap melajang. Perkembangan jaman, perubahan gaya hidup, kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum bertemu dengan pujaan hati yang cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang kian marak, dan berbagai alasan lainnya membuat seorang memilih untuk tetap hidup melajang. Batasan usia untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan meniti karir juga ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang.
Persepsi masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman, juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang, mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi, tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan. Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak perusahaan lebih memilih karyawan yang masih berstatus lajang untuk mengisi posisi tertentu. Pertimbangannya, para pelajang lebih dapat berkonsentrasi terhadap pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan seorang tetap hidup melajang.
Banyak pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih mendapat prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah menikah.
Kemapanan dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi. Sementara, perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa hidup mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri.
Banyak yang mengatakan seorang masih melajang karena terlalu banyak memilih atau ingin mendapat pasangan yang sempurna sehingga sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan masa hidup kita dengan seorang yang tidak kita cintai. Lebih baik terlambat menikah daripada menikah akhirnya berakhir dengan perceraian.
Lajang pun lebih mempunyai waktu untuk dirinya sendiri, berpenampilan lebih baik, dan dapat melakukan kegiatan hobi tanpa ada keberatan dari pasangan. Mereka bebas untuk melakukan acara berwisata ke tempat yang disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang biasanya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya jika dibandingkan dengan teman-teman yang berusia sama dengannya, tetapi telah menikah.
Ketika diundang ke pernikahan kerabat, pelajang biasanya menghindarinya. Kalaupun datang, mereka berusaha untuk berkumpul dengan para sepupu yang masih melajang dan sesama pelajang. Hal ini untuk menghindari pertanyaan singkat dan sederhana dari kerabat yang seusia dengan orangtua mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul? Sudah ada calon? Pertanyaan tersebut, sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk dijawab oleh pelajang.
Seringkali, pelajang juga menjadi sasaran keluarga untuk dicarikan jodoh, terutama bila saudara sepupu yang seumuran telah menikah atau adik sudah mempunyai pacar. Sementara orangtua menginginkan agar adik tidak melangkahi kakak, agar kakak tidak berat jodoh.
Tidak dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah, memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang seumuran yang telah memiliki sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka belum menemukan pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah alasan mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah menemukan seorang yang telah cocok di hati.
Kehidupan melajang bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam suka dan duka serta menghabiskan waktu bersama di hari tua.
Arus modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati posisi yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup sendiri.

http://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan
http://id.wikipedia.org/wiki/Cinta
Adhim, Mohammad Fauzil (2002) Indahnya Perkawinan Dini Jakarta: Gema Insani Press (GIP)